Kedua, merupakan upaya efek jera terhadap siapa saja yang melanggar hukum. Tindakan perampasan dilakukan untuk memastikan bahwa aset tersebut tidak akan digunakan untuk tujuan kriminal lebih lanjut, dan juga berfungsi sebagai upaya pencegahan (preventif). “Konsep “civil forfeiture” didasarkan pada ’taint doctrine’ di mana sebuah tindak pidana dianggap “taint” (menodai) sebuah aset yang dipakai atau merupakan hasil dari tindak pidana tersebut,” ujar Hamdan Zoelva sambil menambahkan, walaupun mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menyita dan mengambilalih aset hasil kejahatan, NCB berbeda dengan “Criminal Forfeiture” yang menggunakan tuntutan in personam untuk menyita dan mengambilalih suatu aset.
Hamdan mengemukakan, akar dari prinsip NCB pertama kali ditemukan pada abad pertengahan di Inggris ketika kerajaan Inggris menyita barang-barang yang dianggap sebagai “instrument of a death” atau yang sering disebut sebagai “Deodand”. Tetapi seiring banyaknya terjadi tindak pidana terkait asset masa industry, praktik ini dihentikan.
Kongres pertama dari Amerika Serikat tetap mempertahankan penggunaannya di hukum perkapalan dengan mengeluarkan peraturan yang memberi kewenangan kepada pemerintah federal untuk menyita kapal. “Supreme Court” kemudian juga mendukung penggunaan NCB di Amerika dalam kasus “the Palmyra” yang terjadi di tahun 1827 ketika pengadilan menolak argumen pengacara dari si pemilik kapal yang mengatakan bahwa penyitaan dan pengambilalihan kapalnya adalah ilegal karena tanpa adanya sebuah putusan yang menyatakan pemiliknya bersalah. Kasus inilah yang menjadi dasar dari penggunaan NCB di Amerika Serikat.
Berbeda dengan gugatan PMH perdata yang mewajibkan penggugat membuktikan adanya perbuatan melanggar hukum dan kerugiannya yang diderita. Dalam mekanisme perampasan aset “In Rem”, penuntut hanya cukup membuktikan bahwa aset yang dituntut adalah aset tercemar yang berkaitan dan pelanggaran hukum yang telah terjadi sebaliknya pemilik aset hanya membuktikan bahwa asetnya tidak merupakan aset tercemar.
“Jika pemilik tidak dapat membuktikan asetnya sebagai aset yang bersih, maka aset dirampas oleh negara. Pemilik aset tidak harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah,” sebut Hamdan.
Kapan Langkah Perampasan Aset Dilakukan? Langkah perampasan asset hanya bisa dilakukan jika upaya pidana biasa tidak bisa dijalankan dengan baik, yaitu : tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana buron, pelaku kejahatan meninggal dunia, pelaku kejahatan memiliki imunitas, pelaku memiliki kekuasaan dan kekuatan sehingga proses pidana biasa tidak dapat dilakukan, pelaku kejahatan tidak diketahui akan tetapi aset hasil kejahatannya diketahui/ditemukan.