NusantaraInsight, Makassar — Jalan Ahmad Yani, tepat di depan Balai Kota Makassar, berubah menjadi panggung budaya yang penuh warna melalui gelaran Festival Singara’ Bulang Harmoni Budaya Kota Makassar, Jumat malam (8/11/2025).
Festival budaya yang digelar sebagai rangkaian semarak HUT Kota Makassar yang ke-418 tahun ini berhasil merepresentasikan harmonisnya Kota Makassar meski dipadati oleh Masyarakat yang heterogen.
Masyarakat Makassar melalui Dinas Kebudayaan bersatu dalam balutan budaya masing-masing, secara bergilir mempersembahkan, baju adat, tarian hingga atraksi budaya masing-masing dalam parade budaya di sepanjang Ahmad Yani.
Parade Harmoni Budaya melibatkan sahabat disabilitas, komunitas Tionghoa, Sunda, Madura, Bali, hingga Komunitas Sepeda Tua Makassar. Lalu, pertunjukan seni dan tari tradisional oleh 23 sanggar seni dengan total 250 penari. Serta, empat etnis utama Sulawesi Selatan, yaitu Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.
Festival terlebih dahulu dibuka dengan detungan ledung, sebuah prosesi simbolik pemukulan alat musik tradisional, oleh Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, didampingi Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham, Sekda Kota Makassar Andi Zulkifli Nandar, dan Kepala Dinas Kebudayaan Andi Patiware.
Tampak hadir pula jajaran Forkopimda Kota Makassar, Ketua TP PKK Kota Makassar, para asisten dan staf ahli, tokoh budaya dan kesenian, perwakilan perguruan tinggi, camat-lurah, serta tamu kehormatan dari Korea.
Seluruh tamu tampil anggun dalam busana adat Bugis-Makassar, menghadirkan nuansa harmoni keberagaman di tengah jantung kota.
Dalam sambutannya, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menegaskan bahwa Festival Singara’ Bulang, yang berarti “cahaya bulan,” menjadi simbol penting tentang makna budaya bagi kehidupan masyarakat Makassar.
“Cahaya bulan ini mengingatkan kita bahwa budaya Makassar adalah cahaya yang menerangi perjalanan peradaban kita. Sebagaimana bulan memberikan cahaya di malam hari, budaya kita memberikan pencerahan terhadap identitas dan jati diri bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang,” kata Munafri.
Ia menjelaskan esensi pagelaran budaya dan pengetahuan tentang kebudayaan merupakan alat perantara antara generasi sekarang dan generasi sebelumnya yang harus dijaga secara bersama.
“Filosofi ini hidup dan menjadi pegangan masyarakat Makassar secara turun-temurun, menjadi fondasi harmoni dalam keberagaman selama 418 tahun,” lanjutnya.
Ia juga menegaskan bahwa meski Makassar kini tumbuh sebagai kota metropolitan yang modern, akar budaya harus tetap menjadi pondasi utama di tengah arus globalisasi dan modernisasi.







br






