Beberapa bulan kemudian, barulah aku dipertemukan kembali, saat dia bersama temannya singgah di kontrakan untuk menyampaikan undangan ujian tesisnya. Kedatangannya yang kedua, setelah ujian tesis, secara kebetulan bertemu dengan Aji-ku (Ibu) dari Bulukumba. Ternyata, apa yang kurasakan, dirasakan pula oleh Aji-ku. Beliau sangat menyayangi gadis yang aku perkenalkan padanya.
Begitu kembali ke Bulukumba, Beliau diam-diam mempersiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan anaknya. Setelah persiapan sudah matang, aku pun dipanggil pulang ke Bulukumba. Beliau lalu menyampaikan niatnya. Beliau mempunyai firasat, jika tidak secepatnya diwujudkan, maka mungkin saja ada orang lain yang akan melamarnya. Akhirnya, aku pun menyetujui niat orang tua. Sesampai di Makassar, aku pun menyampaikan niat orang tua kepadanya. Saat dia mendengar harapan orang tuaku, dia sempat meneteskan air mata, dan terlihat wajahnya sangat pucat.
Singkat cerita, kami pun menikah pada 4 November 1989. Selama pernikahan hingga dikaruniai anak, aku tak pernah merasakan adanya benturan kata, sikap, maupun perbuatan yang berarti dengan istriku. Sorotan matanya, senyumnya, dan tutur katanya, masih tetap sama ketika aku pertama kali memandangnya.
Alkisah, setelah aku mempunyai seorang anak, takdir membawaku ke Palu untuk melamar pekerjaan. Alhamdulillah, tahun 1993, aku diterima menjadi CPNS di Buol, Toli-Toli. Tiga tahun kemudian, aku bermohon untuk pindah ke Makassar. Namun, belum direstui, sehingga dipindahkan ke SMAN 7 Palu. Selama dalam perantauan, banyak suka dan duka serta godaan yang menghantuiku.
Saat aku pertama kali bertugas di Palu, banyak teman dan siswa yang mengira aku masih bujangan, sehingga aku pun tak luput dari godaan. Meskipun demikian, alhamdulillah, aku kembali dengan selamat. Setiap godaan datang menerpa, aku senantiasa mengingat kebaikan istriku. Selama aku menikah, dia tidak pernah berkata kasar, apatah lagi memandang remeh di hadapan keluarganya, meskipun status saya berbeda.
Istriku wanita hebat, penuh dedikasi dan daya kreasi. Meskipun demikian, di tengah kesibukannya, dia tak pernah mengeluh, baik itu urusan rumah tangga, anak-anak, maupun kariernya. Dia istri yang sabar dan selalu menjaga kehormatan suami dan keluarga. Istriku pulalah yang selalu memotivasi hingga aku meraih gelar Magister Pendidikan (M,Pd) dan Doktor.
Selain itu, istriku tak pernah memilih dan memilah keluarga, sehingga dia sangat disenangi oleh keluarga kami. Kedua orang tua kami dihormati dan diperlakukan layaknya orang tuanya sendiri. Begitu pula terhadap kakak dan iparku serta seluruh keluargaku. Semuanya diperlakukan dengan baik, walaupun dia memliki pendidikan dan pekerjaan yang layak.