Acara Dimulai, Si Pembuat Onar Hadir
Acara dimulai agak lambat, bukan karena kereta yang terlambat tiba di stasiun ataupun karena cuaca buruk sehingga landasan becek sehingga penerbangan delay. Akan tetapi itulah yang sering terjadi jika kita membuat acara.
Acara dimulai dengan pembukaan oleh dua anak cantik binaan K-Apel yang didaulat menjadi Master of Ceremony (MC) yang memulai dengan lafadz BASMALAH.
Kegiatan diawali dengan tari Paduppa oleh anak binaan K-Apel. Disaat acara tengah berlangsung para trouble maker mulai berdatangan, mulai dari Ali Mitos, Sainuddin Sila bahkan pengumpan trouble maker Adi yang selalu memposisikan dirinya sebagai fotografer juga telah hadir.
Seperti biasanya, para pembuat kekacauan selalu mengambil tempat duduk terbelakang agar kreativitas mereka semakin keluar. Entah di setting atau tidak, Dg. Pawang selalu menjadikan rumahnya untuk para si pembuat onar ini.
Dg. Pawang sepertinya mahfum dengan para pembuat onar ini, dengan mengeluarkan seluruh kursi dan mejanya untuk para si pembuat onar.
Hari itu Dg. Pawang mungkin orang yang paling sabar yang ada di tempat itu. Menyaksikan para pembuat onar memainkan teater usil dan ganggunya.
Apalagi Kak Rusdi Embas yang merelakan tempat duduk terdepannya, ikut bergabung bersama para pembuat onar ini. Ditambah lagi kedatangan dari Pendekar Sanja’ Makassar Syahrilrani Patakaki menambah semangat oleh para si pembuat onar ini dengan kejahilannya.
Semua yang ada di panggung bahkan di luar panggung dikomentarinya. Hari itu panggungnya terbelah dua, di depan dengan panggung seni, di belakang dengan panggung komedinya.
Bahkan ketika Founder K-Apel Rahman Rumaday membawakan sepatah kata lebih kurang 30 menit itu, para pembuat onar mulai berbuat ulah.
Apalagi menjelang berakhirnya sambutan, para pembuat onar mulai menunjukkan tajinya, mereka mencatat kalimat TERAKHIR dan kata DEMIKIAN yang keluar dari sambutan founder K-Apel tersebut.
Apalagi sang adik Subagusa Rumain mengompori dengan berkata, “Belum selesai itu Abang pidato jika suaranya masih meninggi.”
“Harus Ki diingatkan itu,” sambil memberi kode ke abangnya yang masih asyik berpidato.
Tak urung, para pembuat onar kemudian saling memberi informasi terkait kata DEMIKIAN dan kata TERAKHIR yang diucapkan.
“Empat kali mi demikian dan tiga kali mi terakhir saya catat ini om,” ujar salah satunya.
Bukan hanya Bang Maman yang kena usil, saya saja sewaktu dipanggil oleh MC untuk bertugas memandu diskusi, tak luput dari ulah usil mereka.
“Beri hormat dulu buat Dg. Awing,” ucap mereka sembari berdiri dan memberi hormat.
Tapi itulah K-Apel, mereka bisa bertahan selama 13 tahun dengan para pembuat onar yang sudah menjadi sahabat rasa saudara.
Tak heran jika lambang pelangi yang sayangnya belakangan ini dipakai oleh kaum LGBT menjadi benderanya sedikit merusak warna pelangi ini.
Padahal warna pelangi di K-Apel melambangkan warna warni persahabatan dan persaudaraan di komunitas karena memang semua unsur bergabung di komunitas, mulai dari penulis, sastrawan, budayawan, jurnalis, ASN, pegawai swasta, buruh bangunan hingga ibu rumah tangga semuanya menyatu di komunitas.