Begitu pula, pemangkasan anggaran yang didasarkan dari Inpres No 1 Tahun 2025, “nyatanya” bukan sebagai penghematan atau efisiensi, namun lebih ke soal realokasi.
Presiden sudah menyampaikan rencananya agar dana yang didapat dari pemangkasan anggaran digunakan untuk mendanai Danantara dan program MBG untuk 82,9 juta penerima di tahun 2025.
Menurut perhitungan Andri dari Bright Institute, program MBG diprediksi memerlukan setidaknya Rp400 triliun, jauh lebih tinggi di atas dari anggaran awal sebesar Rp71 triliun.
“Dengan kata lain, memerlukan tambahan anggaran yang lebih besar dari target pemangkasan “putaran pertama” yang diinstruksikan Presiden, ujar Andri.
Hal itu bisa dimengerti, karena untuk membiayainya adalah dengan “menarik” utang lagi. Indikasinya adalah pada pernyataan Menkeu yang menyebut adanya perencanaan dari pembiayaan yang cukup font loading. Artinya, realisasinya di awal cukup besar.
Di mana pemerintah menarik utang baru sebesar Rp224,3 triliun dalam dua bulan pertama 2025. Angka ini setara 28,9% dari target dalam APBN 2025 sebesar Rp775,9 triliun (sumber: detikfinance, 15-03-2025)
Memang, target pembiayaan anggaran di APBN 2025 mencapai Rp616,2 triliun (Angka ini sama persis dengan nilai defisit APBN. Dengan kata lain defisit ditutup dari pembiayaan anggaran). Sementara itu, khusus untuk pembiayaan dari utang masih diperbolehkan sampai Rp775,9 triliun.
Begitu pula, sebagaimana disampaikan Wakil Keuangan II Thomas Djiwandino, realisasi pembiayaan anggaran terbagi ke dalam pembiayaan non utang sebesar Rp4,3 triliun. Hingga 28 Februari 2025 realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp220,1 triliun.
Untuk realisasi pembiayaan utang sendiri, paling banyak berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp238,8 triliun. Lalu untuk realisasi pembiayaan utang dari pinjaman minus Rp14,4 triliun.
Thomas menjelaskan pembiayaan APBN akan terus dikelola secara kehati-hatian dan terukur. Pembiayaan APBN juga akan mempertimbangkan efisiensi anggaran serta dinamika pasar keuangan.
Penutup
Laporan kinerja APBN akhir Februari 2025 kali ini memang menjadi banyak sorotan, karena di luar dari kelaziman. Dimana baru diumumkan pada bulan Maret 2025.
Biasanya, laporan kinerja APBN bulan Januari disampaikan bulan Februari. Begitu seterusnya. Hal ini menjadi tanda tanya dan menyentuh soal transparansi. Terutama para pihak yang berkepentingan. Investor asing misalnya.
Begitu pula soal kinerja pajak yang anjlok hingga 30,2% dari Februari 2024 dengan perolehan pajak Rp269,02 triliun. Yang berdampak ”serius” pada defisit anggaran yang selama ini selalu surplus di bulan Februari.