Postur APBN Akhir Februari 2025

Apbn
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (foto: Antara)

Secara keseluruhan, pemerintah mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh senilai Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB.

“Jadi defisit 0,13% itu masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB,” ujarnya

Kelima, dalam rangka memenuhi belanja pemerintah di tengah pendapatan yang lebih rendah, pemerintah melakukan pembiayaan yang telah mencapai Rp220,1 triliun. “Ini artinya 2 bulan pertama kita telah merealisir pembiayaan cukup besar, 35,7% (dari target). Ini berarti ada perencanaan dari pembiayaan yang cukup front loading,” lanjutnya.

Soal Penerimaan Pajak

Realisasi penerimaan pajak Januari hingga Februari tercatat sebesar Rp187,8 triliun atau turun dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp269,02 triliun, ternyata menjadi sorotan.

Namun, menurut Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, perlambatan itu merupakan suatu hal yang normal.

Malah, Anggito menyebut ada dua faktor yang memicu perlambatan penerimaan itu, yaitu penurunan harga komoditas seperti batu bara dan nikel, dan dampak kebijakan administratif seperti penerapan tarif efektif rata-rata (TER) pajak penghasilan (PPh) 21 sejak Januari 2024.

BACA JUGA:  FIFGROUP Sabet Empat Gelar di Ajang Astra Corporate Affairs Awards 2024

“Penerapan TER menimbulkan lebih bayar sebesar Rp16,5 triliun pada 2024 yang kemudian diklaim kembali pada Januari dan Februari 2025,” ujar Anggito.

Walau dalam laporan kinerja APBN tersebut, Kemenkeu tidak menyebut sistem Coretax sebagai pemicu lambatnya penerimaan pajak, sudah sepatutnya untuk dievaluasi. Karena dengan tidak berfungsinya Coretax dengan baik akan mempengaruhi kelangsungan fiskal negara. Alih-alih menyebut pemerintah sedang mengalami krisis administrasi.

Seperti dilaporkan Tempo pada 25 Februari 2025, para wajib pajak mengeluhkan berbagai masalah Coretax mulai dari masalah teknis seperti OTP sampai pengisian e-faktur yang rumit.

Coretax adalah sistem inti administrasi perpajakan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan yang diluncurkan pada 1 Januari 2025.

Sistem ini dirancang untuk memodernisasi dan mengintegrasikan seluruh proses bisnis inti adminitrasi perpajakan di Indonesia.

Soal Defisit APBN

Pernyataan Menkeu bahwa defisit 0,13% masih di dalam target desain APBN sebesar 2,53% dari PDB, patut dipandang sebagai “signal serius”. Karena defisit APBN Februari ini adalah yang pertama kalinya dalam beberapa tahun.

BACA JUGA:  Sinergitas KPK dan GPEI Untuk Pencegahan Korupsi di Sulsel

Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya — 2024, 2023 dan 2022 — realisasi APBN pada Februari selalu surplus.

Kondisi seperti ini, sebagai “signal serius”, menjadi relevan. Defisit APBN akan sangat mungkin menyentuh batas pelanggaran UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 3%. Jika kondisi dan arah kebijakan pemerintah terus berlangsung hingga akhir tahun. Mengingat program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membebani APBN terus berlanjut (sumber: www.bbc.com 13-03-2025).