Ribuan Massa GERASS Tuntut Adili Jokowi

Gerass
Ribuan Massa Gerass lakukan demostrasi di Mapolda Sulsel

“Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya krisis penegakkan hukum di Indonesia. Hukum dan penegakannya tidak diorientasikan sebagaimana seharusnya yakni mewujudkan keadilan, namun dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan oleh para penguasa untuk kepentingan segelintir orang ataupun kelompok tertentu, khususnya karena perilaku Jokowi selama berkuasa,” tambah Agus Salim SH, saat berada di kerumunan aksi.

Selain itu, dalam pernyataan sikap GERASS juga tertuang pandangan tentang di masa 10 tahun kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden RI, harapan adanya perbaikan kondisi penegakan hukum di Indonesia justru makin terpuruk dengan semakin menguatnya intervensi kekuasaan terhadap aparat penegak hukum.

Harus diakui, gagasan Nawacita untuk hadirkan pemerintahan yang bebas korupsi cuma tinggal pepesan kosong. Penegakan hukum terkesan menjadi alat politik kekuasaan, misalnya dalam hal pembungkaman kritik sipil dan media massa. Keamanan dan perlindungan kepada masyarakat menjadi semu dengan aparat penegak hukum yang masih bersikap represif terhadap anggota masyarakat yang berbeda sikap dengan pemerintah. Sebaliknya, sejumlah perkara lama seperti pelanggaran berat HAM masa lalu yang menjadi utang untuk dituntaskan justru terus dihadapkan pada ketidakpastian.

BACA JUGA:  Pengda PJI Sulsel Periode 2023-2028 Resmi Terbentuk

Joko Widodo sebagai Presiden RI kala itu, lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang justru ternyata juga gagal diwujudkan karena faktor hukumnya tidak dipenuhi terlebih dahulu. Misalnya, ambisi Joko Widodo menggenjot berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mengutamakan kepentingan investor, namun mengabaikan kepentingan publik atau keadilan yang lebih luas. Pembangunan infrastruktur kerap mengabaikan aspirasi masyarakat. Berbagai kebijakan insentif terus digelontorkan untuk mendukung investor, sementara masyarakat adat dan lokal cenderung terpinggirkan. Konflik agraria terus meletus, dan tak sedikit justru terjadi di area proyek strategis nasional (PSN), seperti di Ibu Kota Nusantara (IKN), Rempang dan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).

Lain halnya yang diutarakan Muhammad Sirul Haq, koordinator humas dan Advokat domisili Makassar ini, menyuarakan kegelisahan bahwa, “Dalam masa pemerintahnya, Joko Widodo memakai cara pandang hukum yang positivistik dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga dengan mudah menyingkirkan masyarakat, terutama petani, nelayan, masyarakat adat, masyarakat pedesaan dan miskin kota. Aparat penegak hukum dan hukum dijadikan tameng dari kritik dan protes masyarakat.”

BACA JUGA:  Putri Dakka akan Melaporkan Kasus Penipuan Arisan dan Penggelapan Mobil ke Polisi

“Berangkat dari kegelisahan atas kondisi tersebut diatas dan munculnya kesadaran bersama dari beberapa warga masyarakat dengan berbagai latar belakang profesi (pengacara, pelaku usaha, pekerja mandiri dan mahasiswa) yang berdomisili di kota Makassar, Sulawesi Selatan, mencoba untuk memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka memperbaiki kondisi penegakan hukum di Indonesia, melalui diskusi-diskusi intens yang dilakukan secara informal dengan tema demokrasi, penegakan hukum serta perlindungan hak asasi manusia (HAM), kemudian mencoba membentuk wadah bersama dengan nama Gerakan Rakyat Sulawesi Selatan,” tambah Muhammad Sirul Haq, pengacara Makassar yang juga menggagas GERASS, sebagai humas.