NusantaraInsight, Makassar — Setelah melepas jabatannya sebagai Bupati Luwu Timur (5 April 2021 – 20 Februari 2025), Drs. Budiman, M.Pd., Senin (5/5/2025) berhasil meraih gelar doktor dalam Bidang Ilmu Hukum dengan yudisium “cumlaude” di Universitas Hasanuddin.
Mempertahankan disertasi berjudul “Rekonstruksi Pengaturan Pemenuhan Hak Guru Berbasis Keadilan”, dalam sidang Promosi Doktor yang dipimpin Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof.Dr. Hamzah Halim S.H.,M.Ap atas nama Rektor Unhas merangkap Ketua Sidang Promosi, Budiman berhasil menyelesaikan pendidikan doktor dalam waktu 2 tahun 8 bulan dengan indeks prestasi yang hampir sempurna.
“Promovendus mencatat indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,95 dengan nilai disertasi 90,977,” ujar Prof. Hamzah Halim yang juga sebagai Promotor Dr.Drs.Budiman,M.Pd bersama Prof.Dr.Irwansyah, S.H.,M.H, dan Prof.Dr. Iin Karita Sakharina, S.H.M.A yang juga menjabat Wakil Dekan Bidang Perencanaan Sumber Daya dan Alumni Fakultas Hukum Unhas. Bertindak sebagai penguji eksternal Prof.Dr.Zudan Arif Fahrullah, S.H.,M.H. (Kepala Badan Kepegawaian Negara –BKN) dengan penguji internal masing-masing: Prof.Dr.Abdul Razak, S.H.M.H., Prof.Dr.Syamsul Bachri, S.H.,M.H., Prof.Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., dan Prof.Dr.Musakkir, S.H.,M.H.
Tim promotor Prof.Irwansyah memberikan apresiasi terhadap disertasi promovendus karena menyangkut atau membahas masalah besar namun solusinya kecil. Selama 78 tahun Indonesia merdeka, masalah ini terus dipersoalkan.
“Bahkan promovendus memberikan pemetaan akan terjadinya diskriminasi, sehingga dapat disimpulkan, di antara lima sila Pancasila, sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” yang paling ‘merana’,” sebut Prof.Irwansyah, kemudian menambahkan, ini dibuktikan dengan sejumlah data.
Dalam disertasinya, Budiman mengatakan bahwa diskriminasi terhadap guru ASN dan non-ASN, antara lain berkaitan dengan tunjangan profesi. Guru ASN memperoleh tunjangan profesi, sementara guru non-ASN tidak mendapatkan tunjangan profesi hanya berupa jasa dan upah.
Yang lain, guru ASN dilindungi oleh UU dan peraturan pemerintah, sedangkan guru non-ASN berdasarkan kebijakan masing-masing daerah. Kondisi ini memperlihatkan negara tidak memberikan perlindungan hukum kepada seluruh guru non-ASN, tetapi membiarkan terjadinya pelanggaran hak yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua, ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Menurut promovendus, sebagai warganegara, guru non-ASN memiliki hak yang dilindungi UUD 1945. Hak-hak itu juga diatur oleh UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan UU Guru dan Dosen.