NusantaraInsight, Jakarta — Jagad Maya digegerkan oleh sebuah grup media sosial Facebook Fantasi Sedarah meresahkan masyarakat, karena dianggap mengumbar fantasi sex menyimpang.
Grup ini viral setelah unggahan di sosial media X terkait keberadaan grup dengan nama Fantasi Sedarah di Facebook.
Grup tersebut memuat pembahasan soal ketertarikan seksual pada hubungan sedarah atau inses.
Bahkan dalam unggahan tersebut dikatakan ada beberapa grup lainnya di Facebook yang mirip dengan grup Fantasi Sedarah tersebut.
Unggahan yang viral di sosial media X itu menampilkan tangkap layar salah satu unggahan di grup Fantasi Sedarah yang menampilkan foto seorang anak yang diduga diunggah oleh orang tua kandung si anak dengan keterangan foto yang dinilai tidak pantas.
“Sekarang grupnya sudah hangus, tapi masih ada grup lain yang sejenis,” bunyi caption di unggahan di X tersebut.
Menindaklanjuti hal ini, Polda Metro Jaya akan selidiki Grup Facebook Fantasi Sedarah yang viral dan belakangan menjadi perhatian masyarakat.
Sebabnya, akun-akun yang tergabung dalam grup tersebut kerap mengunggah konten yang mengandung unsur ketertarikan seksual sedarah (inses).
“Sudah pasti Direktorat Siber Polda Metro Jaya akan menyelidiki dan mendalami tentang akun Facebook tersebut,” kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Reonald Simanjuntak dalam konferensi pers, Jumat, 16 Mei 2025.
Reonald memastikan, polisi akan bergerak cepat untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Apalagi menurutnya, penting bagi kepolisian untuk sesegera mungkin menyita barang bukti sebelum jejak digital tersebut dihapus atau terhapus.
“Perkara siber itu harus cepat, untuk mengamankan barang bukti yang ada di dunia maya,” ujarnya kepada para wartawan.
Polda Metro Jaya nantinya akan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk segera menuntaskan persoalan ini. Terutama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran.
“Sudah pasti akan koordinasi dengan stakeholder yang terkait untuk pengungkapan-pengungkapan perkara seperti itu,” ucap Reonald.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keberadaan grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ yang isi percakapannya mengarah pada tindakan inses. Kemen PPPA pun meminta Polri mengusut tuntas kasus tersebut.
Kemen PPPA mengaku telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri terkait kasus ini. Grup tersebut dinilai mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat.
“Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut. Jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang,” ujar Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu, dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
Titi menilai diskusi di antara anggota grup tersebut telah memenuhi unsur tindak kriminal. Para anggota diduga menyebarkan konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau eksploitasi seksual sedarah.
Menurutnya, polisi dapat menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat,” ujar Titi.
Titi juga mendorong Facebook untuk tanggap dan cepat merespons apabila terdapat konten eksploitasi seksual atau yang membahayakan perempuan dan anak.
“Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih,” tegasnya.
Ia menambahkan, kasus ini menjadi pengingat pentingnya edukasi menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Keluarga berperan sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak-peran yang tak bisa digantikan oleh teknologi digital.
“Kemen PPPA bersama lembaga swadaya masyarakat, dinas PPPA daerah, dan para relawan rutin melakukan kampanye literasi digital untuk anak dan orang tua agar lebih bijak serta waspada dalam penggunaan media sosial,” katanya.
“Untuk itu, kami tidak henti-hentinya mendorong dan mengedukasi para orang tua agar mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai,” ungkap Titi.
Kemen PPPA memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129. Masyarakat dapat melapor jika menemukan kasus eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak, serta aktivitas mencurigakan di ruang digital.


br






br






