Pembangunan fasilitas pendidikan lainnya yang menyusul kemudian, khususnya pembangunan kompleks ilmu-ilmu social dibiayai seluruhnya dari rupiah murni pemerintah. Dengan demikian, apabila saat ini kita sempat menyaksikan Kampus Unhas Tamalanrea yang megah itu, maka itu adalah buah dari pikiran strategik dan tekad Pak Amiruddin dalam merealisasikannya.
Cita-cita besar lainnya, yang juga sangat strategik dalam mewujudkan Unhas sebagai pusat pengembangan Iptek yang handal adalah pengembangan sumber daya manusia Unhas. Menurut yang saya tangkap dari Pak Amiruddin, tidak mungkin dicapai tanpa ditopang oleh kehadiran tenaga-tenaga akademik dengan kompetensi ilmiah yang handal pula. Oleh karena itu, dalam masa kerektorannya, program pengembangan tenaga akademik yang ‘’ambisius’’ dicanangkan.
Ratusan tenaga akademik dari berbagai fakultas dan disiplin ilmu ‘’ditugaskan’’ oleh universitas mengikuti pendidikan lanjutan di dalam dan di luar negeri. Hasilnya – kemudian – cukup menakjubkan. Tenaga-tenaga akademik dengan kualifikasi master maupun doktor terus mengalami peningkatan signifikan dari waktu ke waktu. Prestasi ini menempatkan Unhas sebagai salah satu universitas terkemuka di tanah air.
Saya merasa bersyukur dapat membantu Pak Amiruddin dalam pekerjaan besar itu. Baik dalam kapasitas saya sebagai Ketua Program Pengembangan Staf Akademik, maupun sebagai Fellowship Manager, ADB Loan INO SF.
Pak Amiruddin juga adalah sosok pemimpin yang memiliki kemampuan culture building yang prima. Gagasan-gagasan besarnya untuk mewujudkan Unhas sebagai lembaga pendidikan tinggi yang berwibawa di tanah air, diikuti dengan konsisten melalui langkah-langkah nyata dalam membangun academic culture yang kondusif bagi kemajuan dan pembangunan.
Pak Amiruddin ‘’tidak puas’’ dengan format organisasi Unhas yang dipimpinnya, yang lebih merupakan ‘’multi’’ versitas ketimbangan sebuah ‘’uni’’ versitas. Tembok-tembok fakultas, yang menempatkan setiap fakultas tidak lebih dari ‘’kerajaan-kerajaan’’ kecil, bagi Pak Amiruddin dianggap tidak dapat diandalkan untuk mengembangkan sebuah universitas yang memerlukan pengerahan semua sumber daya universitas secara berhasil guna maksimal. Karena itu, budaya lama yang terkotak-kotak dalam fakultas dan jurusan harus diubah sedemikian rupa sehingga sumber daya yang tersedia dapat dimobilisasi dengan lebih convergent dalam mencapai sasaran universitas.
Sistem organisasi matrix kemudian dikembangkan yang berimplikasi pada penggabungan beberapa fakultas menjadi sebuah fakultas baru dengan tugas mengelola sumberdaya. Pada sisi yang lain, disusun berbagai program studi yang dijalankan dengan memanfaatkan sumber daya yang bersifat lintas fakultas. Semua warga universitas harus mengubah culture mereka yang konvensional, menuju culture yang baru yang lebih berorientasi program.