Menurut Patahudding, dampak dari isu tersebut bukan hanya memicu kekhawatiran masyarakat, tetapi juga mengganggu aktivitas akademik mahasiswa.
Ada yang tetap beredar di media sosial seolah-olah situasi sangat genting, padahal kenyataannya tidak seperti itu.
“Kami ingin memastikan agar orang tua tidak terlalu khawatir, sehingga mahasiswa bisa kembali fokus belajar dan menjalani aktivitas seperti biasa,” tegasnya.
Disebutkan, dampak dari penyebaran isu tersebut membuat banyak mahasiswa asal Luwu memilih pulang kampung, sehingga mengganggu proses pembelajaran di kampus.
Seperti yang pernah terjadi pada warga Tana Toraja dulu, kali ini banyak mahasiswa dari Luwu yang sebenarnya tidak terlibat dalam persoalan apa pun, tapi memilih kembali ke kampung halaman karena merasa tidak aman.
“Padahal setelah kami bahas bersama, sebagian besar informasi yang tersebar itu tidak sesuai fakta,” tegas Patahudding.
Ia menambahkan bahwa hanya sebagian kecil kejadian yang benar-benar terjadi, sedangkan mayoritas informasi yang viral adalah tidak benar.
“Berita di media sosial tampak begitu luar biasa seolah-olah situasi tidak terkendali, padahal faktanya tidak demikian. Karena itu, kami akan menyampaikan kepada masyarakat Luwu agar tidak terlalu kuatir,” jelasnya.
Patahudding mengimbau agar mahasiswa asal Luwu yang sedang menempuh pendidikan di Makassar tetap fokus belajar dan tidak takut beraktivitas.
“Kami berharap adik-adik mahasiswa bisa kembali menjalani perkuliahan seperti biasa, tidak lagi merasa tertekan, dan tetap bisa beraktivitas tanpa rasa khawatir,” imbuh dia.
Pada kesempatan ini, Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol. Arya Perdana, menegaskan bahwa isu mengenai sweeping mahasiswa dan bentrokan antarkelompok yang belakangan ramai beredar di media sosial adalah tidak benar.
Ia memastikan kejadian yang memicu kekhawatiran masyarakat berasal dari kasus pribadi, bukan konflik antarkelompok.
“Peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir berawal dari kasus penusukan dan penganiayaan terhadap salah satu warga Makassar,” tuturnya.
“Kebetulan pelakunya berasal dari wilayah Luwu, tetapi ini murni persoalan pribadi, bukan kelompok,” tambah Arya Perdana usai menghadiri pertemuan lintas daerah di Novotel Makassar.
Namun, kasus tersebut kemudian berkembang di media sosial dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Lanjut dia, isu ini dipolitisir oleh provokator seolah-olah menjadi persoalan kelompok.
“Akibatnya, muncul reaksi dari pihak korban yang merasa tidak puas dengan proses penyelidikan, lalu melakukan aksi-aksi yang tidak bertanggung jawab, seperti memasang spanduk hingga melakukan sweeping di kampus,” ujarnya.