DARI MAKASSAR KE MANHATTAN: DUA WAJAH POLITIK YANG KEMBALI BERPIHAK PADA MANUSIA.

Oleh: Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Makassar tengah merayakan Hari Jadi ke-418 di tengah gegap gempita kemenangan Zohran Mamdani di New York. Dua tokoh muda kini tampil memimpin dua kota besar di dua belahan dunia — Makassar yang tengah menapaki jalan menuju “kota dunia”, dan New York yang telah lama menjadi simbol kota modern dunia.

Maka, di momentum istimewa ulang tahun ke-418 ini, tak berlebihan jika warga Makassar menumbuhkan harapan: agar Makassar kelak menjadi The New York of the East.

Di tengah dunia politik yang sering dipenuhi dengan ambisi, citra, dan perebutan kekuasaan, muncul dua figur muda yang menarik perhatian—meski berasal dari dua benua yang berbeda. Munafri Arifuddin, politisi dan tokoh sepak bola asal Makassar, dan Zohran Kwame Mamdani, anggota parlemen muda di New York, Amerika Serikat. Sekilas, keduanya dipisahkan oleh jarak, bahasa, dan sistem politik. Namun di balik semua itu, mereka punya kesamaan mendasar: memandang politik sebagai jalan pengabdian.

BACA JUGA:  Revisi Kemiskinan Global

POLITIK YANG TURUN KE LAPANGAN

Munafri Arifuddin—atau akrab disapa Appi—bukan politikus yang tumbuh di partai sejak muda. Ia datang dari dunia bisnis dan olahraga. Sebagai CEO PSM Makassar, Appi dikenal sebagai sosok pekerja keras dan sistematis. Ia membangun tim, membangun kepercayaan, dan membangun solidaritas. Dari lapangan hijau, ia belajar bahwa kemenangan tidak datang dari individu, tapi dari kerja sama dan visi bersama.

Ketika kemudian terjun ke politik, Appi membawa semangat itu ke dunia pemerintahan. Ia ingin memperlihatkan bahwa birokrasi bisa dikelola dengan disiplin dan transparan. Dalam banyak kesempatan, ia menegaskan bahwa politik seharusnya menjadi alat memperkuat rakyat, bukan memperlemah mereka. Ia menawarkan model kepemimpinan yang tidak hanya mengandalkan janji, tetapi hasil nyata.
Di seberang dunia, Zohran Mamdani menjalani jalan yang mirip. Anak muda keturunan India-Uganda itu tumbuh di lingkungan multikultural Queens, New York.

Sebelum duduk di parlemen negara bagian, ia dikenal sebagai aktivis sosial yang memperjuangkan hak-hak penyewa rumah miskin. Ia datang ke politik bukan untuk mencari nama, melainkan untuk memperjuangkan orang-orang yang selama ini tak punya suara.

BACA JUGA:  Sandiwara Tikus: Literasi Antikorupsi Sejak Dini

Zohran membawa semangat progresif, menolak ketimpangan, dan menantang sistem kapitalisme yang sering menindas kelas pekerja. Dalam pidato-pidatonya, ia kerap menegaskan: “Politik bukan soal karier, tapi soal keberpihakan.”

KESAMAAN SEMANGAT LINTAS DUNIA

Appi dan Zohran sama-sama menolak politik elitis. Mereka percaya bahwa seorang pemimpin harus hadir di tengah rakyat, bukan di atas mereka. Appi mencontohkan hal itu lewat kedekatannya dengan warga Makassar, para pemain bola, dan komunitas akar rumput. Ia berbicara dengan bahasa yang sederhana namun berisi.

br