NusantaraInsight, Makassar — Direktur Pusdiklat Jurnalis Online Indonesia (JOIN) Nasional Zulkarnain Hamson, S.Sos.,M.Si meraih gelar Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin (Unhas).
Gelar ini diraih setelah mempertahankan disertasinya yang berjudul “Etika Media Digital Berbasis Kearifan Lokal Dalam Praktik Media Baru” (Studi Kreator Konten di Kota Makassar) pada sidang promosi yang digelar pada, Rabu (5/11/2025).
Zulkarnain Hamson berhak memakai gelar Doktor dengan nilai “Sangat Memuaskan” saat dibacakan oleh Prof Dr. Sukri Tamma, M.Phil.,Ph.D Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unhas yang juga sebagai pimpinan sidang, pada Sidang Yudisium Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin di Ruang Innovote ABC, Lantai 2 Hotel and Convention Unhas.
Prof. Dr. Sukri Tamma yang didampingi oleh Prof. Dr. H. Muhammad Akbar, M.Si selaku promotor, Drs. Syamsuddin Aziz, M.Phil.,Ph.D selaku Ko Promotor, Prof. Dr. H. Firdaus Muhammad, MA selaku penguji eksternal dan penguji internal terdiri dari Dr. H. Muhammad Farid, M.Si (Ketua Prodi Komunikasi), Dr. H. Mohammad Iqbal Sultan, M.Si dan Dr. Muliadi Mau, S.Sos.,M.Si.
Bang Zul, sapaan akrab Dr. Zulkarnain Hamson, S.Sos.,M.Si dalam sambutannya usai dikukuhkan berhak menyandang gelar Doktor menyampaikan bahwa dirinya berdiri untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian pada bidang Ilmu Komunikasi dengan tema “Etika Media Digital Berbasis Kearifan Lokal Dalam Praktik Media Baru” (Studi Kreator Konten di Kota Makassar).
“Sidang ini menjadi momentum penting bukan hanya sebagai penutup perjalanan akademik, tetapi juga sebagai awal tanggung jawab ilmiah untuk mengembangkan keilmuan komunikasi yang berakar pada nilai-nilai budaya dan moral masyarakat,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa penelitian ini berangkat dari kegelisahan akademik terhadap menjamurnya kreator konten di ruang digital yang sering menampilkan ekspresi bebas tanpa kendali etis dalam konteks budaya.
“Oleh karena itu, melalui penelitian ini, saya berupaya menelaah bagaimana kearifan masyarakat lokal Bugis-Makassar yang dikenal dengan falsafah Siri’ na Pesse (pacce), Sipakatau, sipakainge, sipakalebbi (sipakalabbiri). Ini dapat menjadi dasar etika digital bagi kreator konten, sehingga media baru tidak sekedar menjadi ruang ekspresi, tetapi juga ruang pembelajaran moral dan sosial,” ulasnya.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai Siri’ sebagai harga diri dan pacce sebagai empati sosial masih memiliki kekuatan untuk menuntun perilaku komunikasi di ruang digital, asalkan dipahami secara reflektif dan kontekstual. Etika digital yang berpijak pada kearifan lokal ini diharapkan dapat menjadi landasan konseptual dalam membangun ekosistem komunikasi yang beradab, inklusif dan berkelanjutan di tengah derasnya arus globalisasi informasi,” ulas Ketua Dewan Etik IWO Sulsel ini.







br






