Yuk, ke Mekkah Naik Unta Kurus

Oleh Aslam Katutu

NusantaraInsight, Makassar — Bukan bermaksud memuji pemerintahan yang sedang berkuasa, tetapi ada satu rasa syukur besar yang patut diungkapkan mewakili umat Islam di Indonesia: perhatian pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, melalui Kementerian Agama RI, yang kini mulai meretas berbagai persoalan Haji dan Umrah, serta memberikan angin segar bagi umat yang rindu beribadah ke Tanah Suci.

Baru-baru ini, Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 sebagai dasar hukum baru dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Regulasi ini menjadi tonggak penting, karena secara tegas membolehkan pelaksanaan umrah mandiri.

Setiap warga negara kini diperkenankan mengatur sendiri perjalanan ibadahnya, tanpa harus melalui biro resmi, selama memenuhi persyaratan administratif dan ketentuan keselamatan yang diatur oleh Kementerian Agama.

Kebijakan ini diharapkan menjadi awal dari terobosan besar. Ke depan, semoga pemerintah juga dapat meninjau secara bijak mekanisme pelaksanaan haji, sebab hingga kini masih banyak persoalan dan kerumitan dalam penyelenggaraan haji yang memerlukan kebijakan penuh kebijaksanaan.

BACA JUGA:  Dr. Andi Hamzah, Lc, M.A: Bencana Terbesar Jika Orang Islam Tak Salat

Saya teringat pada pelaksanaan haji tahun 2024, yang boleh dikatakan merupakan haji terakhir yang dilakukan secara mandiri di luar kuota resmi Kemenag. Betapa pilunya perjuangan para jamaah haji non-kuota kala itu. Mereka berikhtiar menunaikan rukun Islam kelima dengan cara yang sah dan tertib—tanpa mengganggu fasilitas haji kuota resmi seperti hotel, bus, dan konsumsi—namun justru mendapat perlakuan yang menyakitkan, bahkan dibully dan dicap sebagai haji ilegal, tidak sah, atau berdosa.

Menjelang hari-hari puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), saya sendiri terpaksa meninggalkan rombongan teman-teman haji di hotel dan mengungsi di rumah seorang sahabat Arab. Itu bukan karena takut, tetapi semata demi menjaga ketenangan, keamanan, dan kesiapan hati untuk menjalankan ibadah dengan khusyuk.

Kejadiannya sungguh memprihatinkan. Banyak jamaah haji Indonesia non-kuota yang memegang visa ziarah resmi justru dirazia di hotel-hotel, lalu digiring ke Jeddah. Padahal mereka tidak melanggar aturan imigrasi, berbeda dengan mereka yang jelas-jelas overstay atau menggunakan visa kadaluwarsa. Para jamaah pemegang visa ziarah itu kemudian dikenai denda sebesar 1.000 riyal (entah resmi atau tidak), sebelum akhirnya diperbolehkan kembali ke Mekkah.

BACA JUGA:  PEMBANTAIAN DI FINAL LIGA CHAMPION EROPA 2025 DAN FILOSOFI BARU SEPAKBOLA

Namun, sebagian jamaah yang sudah dilanda ketakutan berlebihan akibat situasi itu, memilih berdiam diri di hotel hingga puncak ibadah berlalu, sehingga tidak sempat melaksanakan haji. Sebuah ironi yang menyesakkan hati, karena niat suci mereka tersandung oleh ketidaksiapan sistem dan kebijakan yang seharusnya bisa lebih manusiawi.

br
br