NusantaraInsight, Ampenan — Pada konferensi pers APBN KiTA yang digelar pada Senin, 22 September 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi keraguan beberapa ekonom terhadap data pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada kuartal II-2025 yang tercatat tumbuh 5,12% (y-on-y). Pernyataan Menkeu menegaskan
tidak ada manipulasi pada data BPS dan menyebut keraguan tersebut sebagai kurangnya pemahaman
atas metodologi perhitungan ekonomi yang digunakan.
Angka 5,12% bukanlah fenomena tunggal — ia tercermin dari kombinasi dinamika permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, peningkatan jumlah uang beredar (M2) sepanjang paruh pertama 2025 memberikan bantalan likuiditas yang lebih besar, yang berujung pada penguatan konsumsi rumah tangga.
Bank Indonesia melaporkan pertumbuhan M2 yang lebih tinggi pada Juni–Juli 2025 dibandingkan bulan-bulan sebelumnya, sebuah kondisi yang mendukung aliran belanja rumah tangga dan memperbesar multiplier efek di sektor jasa dan ritel.
Data produksi menunjukkan bahwa seluruh lapangan usaha mencatat pertumbuhan positif pada kuartal II-2025. Tiga hingga empat sektor jasa menjadi bintang pertumbuhan: Jasa Lainnya (11,31%), Jasa Perusahaan (9,31%), Transportasi dan Pergudangan (8,52%), serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (8,04%).
Lonjakan pada sektor-sektor jasa ini sebagian besar bersifat permintaan-berbasis: pergerakan wisatawan yang meningkat selama hari besar keagamaan dan cuti bersama, serta naiknya kebutuhan layanan pendukung usaha. Struktur pertumbuhan semacam ini menunjukkan pergeseran sementara ke arah konsumsi dan jasa, berbeda dengan pola yang didorong murni oleh produksi industri berat.
Analisis pengeluaran mengkonfirmasi kontribusi besar ekspor dan investasi. Komponen Ekspor Barang dan Jasa tumbuh 10,67%—angka yang mengisyaratkan permintaan eksternal yang kuat sekaligus kemungkinan pengiriman barang yang di-frontload untuk mengantisipasi kebijakan perdagangan di negara tujuan. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) naik 6,99%, menandakan adanya investasi yang masih berkelanjutan, sedangkan Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 7,82% sebagai komponen yang sering terabaikan namun nyata menopang aktivitas konsumsi sosial dasar.
Namun impor juga meningkat tajam (+11,65%), yang berarti sebagian permintaan domestik dipenuhi oleh barang dan input impor—fenomena yang memperkecil efek penyerapan dalam negeri dan dapat menekan neraca perdagangan apabila tren ini berlanjut.
*Mengapa sebagian ekonom meragukan angka 5,12%?*