NusantaraInsight, Bulukumba — Indonesia menghasilkan jumlah sampah yang sangat yg besar setiap tahunnya, mencapai 18 juta ton sampah pada tahun 2023.
Sementara negara ini telah mengembangkan infrastruktur pengelolaan sampah padat yang jumlahnya signifikan masih mencemari tanah dan badan air.
Hampir sepertiga sampah padat Indonesia tidak terkelola, sebagian karena meluasnya penggunaan sachet sekali pakai untuk produk sehari-hari seperti kopi, bumbu, dan sampo.
Perusahaan-perusahaan terkemuka sangat bergantung pada kemasan seperti itu, yang menyebabkan keberadaan sachet bisa di jumpai di daerah pesisir, sungai, dan bahkan lingkungan pedalaman.
Audit merek yang dilakukan di berbagai provinsi oleh ecoton mengidentifikasi produk-produk perusahaan ini sebagai kontributor utama polusi plastik, terutama di daerah-daerah yang tidak memiliki infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai.
Berdasarkan audit merek tim ekspedisi sungai nusantara di 36 lokasi yang tersebar di 11 provinsi, lima merek menyumbang lebih dari 30% pencemaran teridentifikasi seperti perusahaan Wings, Salim Group, Mayora, Unilever, dan PT Santos Jaya Abadi. Selain itu, produk mereka juga ditemukan di semua lokasi audit merek di Indonesia.
Banyak daerah tidak memiliki fasilitas penting seperti tempat pembuangan akhir (TPA) atau angka pelayanan sampah masih sangat rendah yang menyebabkan faktor-faktor seperti kebocoran sampah, pembakaran terbuka, dan pembuangan ke Sungai masih terjadi.
Alaika Rahmatullah, Manager Kampanye ecoton mengatakan, dalam audit merek terbaru yang dilakukan di 36 lokasi di Indonesia dengan melibatkan 476 relawan, ditemukan 9.698 potong sampah plastik sachet dari 1.212 merek berbeda.
Audit ini mengidentifikasi lima produsen utama penyumbang polusi sachet: Wings Group (1.251) sampah sachet, Salim Group (672), Mayora Indah(629), Unilever(603), PT. Santos Jaya Abadi (454).
“Tanggung jawab produsen atas sampah dan secara khusus tentang saset tercantum dalam peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Mewajibkan produsen salah satunya manufaktur untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30%. Sementara itu, dalam UU No.18 Tahun 2008, produsen juga bertanggung jawab terhadap kebocoran sampah di lingkungan melalui mekanisme EPR”.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan besar masih mengandalkan kemasan sekali pakai untuk distribusi massal, tanpa menyediakan skema pengambilan kembali (take-back system) yang bertanggung jawab. Tutup Alaika.