MENOLAK.
Sebelum duduk bersila usai menyalami warga,
beberapa emak emak ditanya pak Kapolrestabes :
“Kalau dievakuasi atau di relokasi, apakah ibu mau meninggalkan kampung ini”.
Mereka hampir serentak menjawab dalam bahasa Makassar setelah saya ‘translet’ seperti guide. Yang artinya : Menolak, karena menurutnya, kampung ini sebagai tanah tumpah darah keluarganya beranak pinak. Tempat bertani, bercocok tanam di musim kemarau dan jadi nelayan di musim hujan sekitar 3 bulan.
Namun demikian Kapolrestabes tetap mengharapkan kesediaan warga dievakuasi kalau keadaan cuaca memburuk.
” Ada Babinkamtibmas dan Pemerintah setempat yang setiap saat siap membantu kalau dibutuhkan”, kunci Kombes Ngajib di sela pesan pesan Kamtibmasnya.
Kunjungan berakhir sehabis mencicipi jamuan makan Lele asap dan Nila bakar plus sayur dan sambel mentah.
Menjelang fardhu Magrib, usai Kapolrestabes Makassar memberi bantuan sembako dan uang kontan secara simbolis kepada masing masing perwakilan warga, Anwar sang Ketua RT mengantar rombongan menggunakan perahu fiberglass memandu perahu karet kembali ke daratan di tengah derasnya guyuran hujan.
“Terimakasih tak terhingga atas kunjungannya bersama rombongan Kapolres, pak Andi”, tuturnya kepada saya di pintu Mesjid ‘Kassi’ ketika rombongan “Makassar satu” pak Haji Mokhamad Ngajib bersiap shalat berjamaah.