Sastra Maulid

Perayaan kelahiran manusia terkasih oleh Kekasihnya ini, adalah pembacaan atas kisah-kisahnya yang menggugah. Beberapa kitab maulid, tidak hanya berkisah mengenai beliau, tetapi juga menyampaikan ajarannya (sunnah) dan firman dari Tuhannya (al-Quran). Bahasa nan indah dalam pujian dan kalimat-kalimat deskriprif dalam kisah, kitab-kitab maulid yang dibaca dalam perayaan syahduh Maulid Nabi SAW, adalah sebuah fenomena sastrawi dalam tradisi masyarakat muslim.

Al-Barzanji, dalam doa permulaannya di kitab maulidnya, merangkai kalimat: …. Aku sebarluaskan kain yang baik lagi indah tentang kisah kelahiran Nabi. Dengan merangkai puisi mengenai keturunan yang mulia, sebagai kalung yang membuat telingah terhias dengannya. Dan aku meminta tolong dengan daya Allah Ta’ala, sesungguhnya tidak ada daya dan kekuatan, kecuali pertolongannya.

Dì tempat, ketika al-Barzanji berkisah mengenai nasab mulia Rasulullah SAW, yang tersambung dari Nabi Ibrahim AS hingga ke Abdullah bin Abdil Muththalib, beliau berujar: alangkah agungnya nasab itu dari untaian permata yang bintangnya gemerlapan. Bagaimana tidak, sedang tuan (Nabi Muhammad SAW) yang paling muliah adalah pusatnya yang terpilih. … Alangkah indahnya untaian kesempurnaan dan kemegahan, sedangkan engkau padanya merupakan permata tunggal yang terpelihara.

BACA JUGA:  Simak, ini Rencana Perjalanan Haji Tahun 1445 H/2024 M

Berbagai perayaan Maulid Nabi SAW, dilakukan menurut tradisi berbeda-beda. Hanya satu persamaannya, bahwa kitab yang dilisankan, disyairkan dalam helatan itu adalah kitab yang bernuansa sastra. Bahkan sastra dengan level tinggi, bukan karena medium sastrawinya, tetapi oleh obyek atau subyek yang disastrakan. Bahkan, para tangan-tangan mulia yang menuliskannya, tidak ada maksud untuk bersastra ria, selain hanya ‘menempuh jalan ibadah’ melalui cinta tak terperikan kepada manusia yang ditunjuk olehNya sebagai rahmat bagi segenap semesta ini, melalui ekspresi bahasa yang indah, dalam balutan makna inteleqensia yang tinggi (intelektual dan iman sejati).

Kitab Maulid Burdah, sebuah karya sastra tak tertandingi: bukan hanya karena keindahan struktur bahasanya, tetapi kandungan hikmah dan khasiat bagi yang membacanya.

Diawal qasidah Burdahnya, Imam Busyiri, mengadukan cinta: Ya Tuhanku, limpahkan selalu rahmat takzim dan keselamatan atas kekasihMu yang terbaik diantara seluruh mahluk… // Apakah diri yang dirundung nestapa karena cinta mengira bahwa api cinta dapat disembunyikan darinya. Diantara tetesan air mata dan hati yang terbakar membara.

BACA JUGA:  AKU KADER BUKAN KADERA

Kitab Maulid ini dibaca oleh masyarakat dalam tradisi maulidan, telah hampir 10 abad, dari negeri sang Imam di Kairo dan Mesir ke negeri-negeri di Nusantara, hingga meluas ke negeri-negeri kaum muslim di dunia.