Politisi Senior PKS Soroti Pembatasan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid

Politisi senior PKS
Polisi senior PKS Surahman

NusantaraInsight, Jakarta — Politisi senior PKS dan Anggota DPR RI Komisi 8 Surahman Hidayat menyesalkan pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyoal kembali Surat Edaran (SE) Menteri Agama No 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushala, yang isinya merupakan pembatasan penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala.

Menurut Surahman yang merupakan politisi senior pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Agama saat kaum Muslimin menyambut datangnya bulan Ramadhan.

Politisi senior PKS
Polisi senior PKS Surahman

“Bulan Ramadhan adalah saat dimana umat Islam giat menyemarakan masjid dan musala dengan berbagai kegiatan ibadah, seperti shalat tarawih, ceramah, tadarrus Al-Quran dan ibadah lainnya”, jelasnya

Lebih lanjut Surahman menjelaskan bahwa aturan pembatasan penggunaan pengeras suara masjid dan musala ini bertolak belakang dengan prinsip-prinsip toleransi yang selama ini dipegang teguh oleh umat Islam dan umat-umat lain dalam menjalankan ibadah mereka. Toleransi di antara mereka sudah berjalan dengan baik sejak dulu dan tidak ada masalah.

“Pembatasan pengeras suara di masjid tidak bisa diberlakukan secara umum, sebab terdapat jenis-jenis ibadah yang merupakan syiar yang harus terdengar, seperti adzan sebagai penanda masuknya waktu shalat dan panggilan kepada kaum muslimin untuk shalat berjamaah di masjid-masjid,” ungkap Surahman lagi

BACA JUGA:  PKB Resmi Usung Pasangan Chaidir - Suhartina di Maros

Juga seperti bacaan imam, atau nasihat para khatib, atau penceramah di masjid yang jamaahnya banyak hingga tumpah ruah sampai keluar masjid, penggunaan pengeras suara luar yang terdengar hingga keluar masjid menjadi sebuah kemestian.

Anggota Komis 8 yang membidangi masalah keagamaan ini melanjutkan penjelasannya, Penggunaan pengeras suara sudah merupakan tradisi yang berlaku sejak lama, yaitu sejak masa penjajahan, masa orla, orba hingga masa reformasi saat ini dan tidak ada yang mempermasalahkannya. Yang demikian itu disebut sebagai al-urful jari, atau urful aam, yaitu adat yang berlaku umum.” Ungkapnya

Surahman mengutip pandangan para ulama yang menyatakan bahwa, sesuatu yang dipandang baik secara adat, ia merupakan sesuatu yang disyaratkan menurut syariat. Sehingga pembatasan atau pelarangan terhadap adat tersebut dipandang sebagai sebuah kemungkaran.

Pembatasan pengeras suara tegas Surahman tidak selaras dengan nilai-nilai toleransi beragama, dimana nilai toleransi mencakup:
Tasamuh, yaitu saling memberi pengakuan, memberi kelonggaran dan kebolehan, maka pembatasan terhadap adat yang berlaku, dalam hal ini penggunaan pengeras suara di masjid-masjid merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip toleransi. Seharusnya Kemenag berdialog dengan FKUB mengenai masalah ini dan tidak terpaku kepada penggunaan otoritas sebagai penguasa.