NusantaraInsight, Makale — Dalam rangka memperingati Hari Tari Dunia, Komunitas Gellu Toraya menyelenggarakan Webinar Nasional bertema “Gellu Tua Toraya Menuju Pariwisata Berbasis Filosofi Tallu Lolona, A’Pa Tauninna”.
Acara ini berlangsung dari tanggal 26 hingga 29 April 2025 di Buntu Sarira, Tana Toraja, dan menjadi ruang kolaborasi antara seniman, akademisi, dan pemerintah dalam menggali serta menguatkan makna budaya Toraja.
Puncak acara terjadi pada 28 April 2025, yang menampilkan webinar Hari Tari Dunia sebagai momen penting yang mempertemukan pelaku seni, akademisi, tokoh agama, serta pemerintah pusat dan daerah.
Sesditjen Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Judi Wahjuddin S.S., M.Hum menyampaikan apresiasi mendalam atas terselenggaranya kegiatan ini.
Menurutnya, acara ini menjadi langkah konkret dalam memperkuat jati diri budaya lokal di tengah tantangan zaman, serta memperluas peran seni tari dalam ranah edukasi dan pariwisata.
Ketua Yayasan Gellu Tari Toraya Hesti Y. Pala’langan, S.Pd.,M.Sn dan juga selaku perencana kegiatan menyoroti pentingnya memahami Gellu Toraya dulu dan sekarang.
Ia menjelaskan bahwa Gellu Toraya dahulu sangat sakral, hanya dipentaskan dalam konteks adat tertentu dengan nilai spiritual tinggi.
Kini, Gellu mulai berkembang sebagai bentuk ekspresi seni yang terbuka untuk publik dan menjadi bagian dari pendidikan serta pertunjukan budaya.
Lebih lanjut, Ketua yayasan yang akrab disapa Kak Hesti juga menjelaskan bahwa Gellu Tua Toraya memiliki teknik-teknik khas yang dibentuk dari nilai-nilai luhur masyarakat Toraja.
Teknik ini tidak hanya menekankan keindahan gerakan, tetapi juga kedalaman filosofi yang menyertainya. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pelatihan dan workshop agar generasi muda tidak hanya meniru gerakan, tetapi juga memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Ia berharap Gellu Tua Toraya dapat menjadi jembatan generasi muda dalam mengenal filosofi dan nilai luhur Toraja, serta tampil sebagai kekuatan budaya yang hidup dan relevan di tengah globalisasi.
Sementara itu, Dr. Fawarti Gendra Nafa Utami, S.Sn.,M.Sn., menyampaikan bahwa Tari Gellu Toraya adalah bagian dari identitas budaya yang otentik.
Menurutnya, tari ini perlu dikaji secara akademis dan dilestarikan dalam format yang tetap menghargai konteks asalnya agar tidak tereduksi menjadi sekadar hiburan.
Bukan itu saja, dari perspektif spiritual, Pastor Ignasius M. Pabendon menguraikan bahwa dalam budaya Toraja, tari bukan hanya ekspresi seni, melainkan bentuk hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Ia mengajak semua pihak untuk tetap menjaga kesakralan tari, terutama dalam konteks upacara adat dan spiritualitas lokal.