Wayang Sasak: Dari Lombok Menuju Dunia

Catatan Agus K Saputra

NusantaraInsight, Ampenan — Seni tradisi selalu memiliki daya hidupnya sendiri. Ia mampu melampaui batas ruang dan waktu, bahkan lintas bahasa dan budaya. Salah satu buktinya tampak jelas dalam pertunjukan Wayang Sasak yang dihelat di Korea Selatan pada bulan September 2025.

Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) dari Lombok, Nusa Tenggara Barat, tampil memukau dalam dua forum internasional bergengsi—International Chongyang Festival di Kota Namwon pada 22 September, dan Jeonju International Award for Promoting Intangible Cultural Heritage (JIAPICH) pada 24 September 2025.

Lakon yang dibawakan berjudul “Benih Perdamaian dari Timur”—sebuah kisah simbolik yang mengangkat nilai universal: cinta kasih, persaudaraan, dan perdamaian dunia. Kisah ini berpusat pada tokoh Umar Maye, utusan Raja Jayeng Rane dari Lombok yang berkelana mencari obat mujarab bagi perdamaian dunia. Dalam pengembaraannya, Umar Maye bertemu Raja Dangun dari Korea, tokoh legendaris pendiri bangsa tersebut.

Dari pertemuan dua peradaban—Lombok dan Korea—lahirlah benih perdamaian yang diramu dari Kembang Dangar dan Mugunghwa, dua bunga simbolik dari Timur yang melambangkan harmoni antara manusia dan alam semesta.

BACA JUGA:  Mata Batin Pembelajar Sejati : Alwy Rachman

Kisah tersebut tidak hanya menjadi pertemuan dua tokoh, tetapi juga pertemuan dua kebudayaan besar yang berakar pada nilai spiritualitas dan kemanusiaan. Pementasan ini membuktikan bahwa tradisi Nusantara memiliki kekuatan universal yang dapat menyentuh nurani siapa pun, tanpa terhalang perbedaan bahasa maupun latar belakang budaya.

Pertunjukan Wayang Sasak di Korea mendapatkan sambutan luar biasa dari publik internasional. Penonton yang datang dari berbagai negara larut dalam suasana magis yang tercipta dari perpaduan narasi, musik tradisional, dan simbolisme yang kuat.

Profesor Ghil’ad Zuckermann, Ketua Dewan Juri JIAPICH 2025, menyatakan kekagumannya terhadap pertunjukan tersebut. Ia menilai bahwa Wayang Sasak merupakan medium yang efektif untuk mendorong perdamaian global. Dalam pernyataannya, ia mengatakan, “Pertunjukan Sekolah Wayang Sasak di Namwon dan Jeonju sangat mendalam sekaligus menghibur, sebuah mekanisme luar biasa untuk mendorong harmoni di dunia kita yang terpecah belah.”

Sementara itu, Shinwa Hong, aktivis dari Center for Intangible Cultural Studies (CICS) Korea, mengaku tersentuh oleh pesan yang diusung pertunjukan tersebut. Ia menilai Wayang Sasak mampu menjangkau semua kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Kesederhanaan bentuk pertunjukan justru menjadi kekuatannya, karena pesan perdamaian tersampaikan dengan jernih dan menyentuh.

br
br