STEMPEL PALSU

xr:d:DAFVLrvOEBc:2,j:43871082694,t:22121906
Oleh Muhammad Amir Jaya

Seminggu terakhir ini, pejabat itu selalu termenung di ruang kerjanya. Ada sesuatu yang membebani batinnya. Betul-betul membuatnya gelisah dan ketakutan.

Sebuah nasihat dari salah seorang ustadz, sempat didengarnya beberapa waktu yang lalu di sebuah pengajian. Nasihat itu sungguh-sungguh terekam dengan jernih di dalam memorinya. Dan tembus ke bilik sukmanya.

“Hidup ini hanya sementara. Jangan kotori tubuhmu. Jangan kotori hatimu. Sebab barang yang tidak halal, lalu masuk ke dalam perut, bisa membuat kita bermasalah di hadapan Tuhan,” demikian ustadz memberi nasihat.
Narasi ini terus mengendap di alam pikirannya. Dan itulah yang membuat batinnya semakin ditusuk-tusuk penyesalan.

Pejabat itu bernama lengkap Drs. H. Mallombasi (50) tahun. Sudah tiga tahun terakhir ini menjabat sebagai Kepala Dinas di sebuah instansi pemerintah.

Jabatannya itu membuatnya leluasa memerintahkan kepada anak buahnya membuat stempel palsu untuk sebuah kegiatan fiktif di instansi yang dipimpinnya.

Lima puluh sampai enam puluh persen proyek yang dikelolanya adalah manipulatif. Perusahaan-perusahaan yang diberi proyek adalah perusahaannya sendiri dengan mengatasnamakan orang lain.

BACA JUGA:  MENULIS DENGAN PENA

Karena itu, disudut kiri meja kerjanya, di sebuah kotak plastik, berjejer rapi stempel palsu. Ada kurang lebih 12 stempel dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Ada ukuran kecil, sedang dan agak lebar. Demikian pula ada stempel yang berbentuk bundar, segi empat dan segi tiga.

Stempel-stempel itu disandingkan dengan buku agenda, buku novel, map plastik, pulpen dan sebuah foto dirinya saat dilantik jadi pejabat penting.
Stempel-stempel palsu itu pun kini membentak-bentaknya dengan halus. Menjewer nuraninya agar berfungsi dengan baik dan benar. Jangan menuruti hawa nafsu yang menyesatkan.

“Bosku, kau jadikan aku tumbal untuk kepuasan perutmu. Kau tahu, itu adalah dosa. Dosa! Kelak tubuhmu akan membusuk!”Demikian salah satu stempel berbicara dengan dirinya saat ia menatap stempel itu satu persatu.
Semakin Mallombasi mengamati stempel itu, semakin banyak suara yang membentaknya. Kadang pula suara itu sangat lirih terdengar di daun telinganya.

“Bosku, kau punya istri dan anak. Apakah kau tidak sadar bahwa barang haram yang masuk ke dalam perutnya, bisa membuatnya strok. Keluargamu akan berantakan. Anak-anakmu akan jadi pembantah. Bertobatlah sebelum menjadi nyata.” Bisik stempel yang lain.

BACA JUGA:  SAKSI PKS

“Tidak! Tidak!”
Mallombasi berteriak sendiri.

Di ruang kerjanya yang sejuk itu, seolah menjadi pengadilan atas kelakuannya selama kurang lebih tiga tahun terakhir ini. Ruangan sejuk itu pun berubah menjadi bak neraka. Membakar dan mencabik-cabik tubuhnya.