Remy Sylado & “Puisi Nakal”

Dari sembilan puisi ‘mbeling’-nya, salah satu yang “paling nakal” adalah puisi “Kesetiakawanan Asia-Afrika”. Silakan Anda memilihnya pada makna mana yang tepat kita tempatkan sesuai dengan makna dalam bahasa Jawa ini.
Mari kita mencoba menyimak puisi Remy Sylado berikut ini:

Kesetiakawanan Asia-Afrika

Mei Hwa perawan 16 tahun.
Farouk perjaka 16 tahun.
Mei Hwa masuk kamar jam 24.00.
Farouk masuk kamar jam 24.00.
Mei Hwa buka blouse.
Farouk buka hemd.
Mei Hwa buka rok.
Farouk buka celana.
Mei Hwa buka BH.
Farouk buka singlet.
Mei Hwa telanjang bulat.
Farouk telanjang bulat.
Mei Hwa pakai daster.
Farouk pakai kamerjas.
Mei Hwa naik ranjang.
Farouk naik ranjang.
Lantas mereka tidurlah.
Mei Hwa di Taipeh.
Farouk di Kairo.

Pada saat hendak mengkaji atau menganalisis puisi ini, saya meminta salah seorang mahasiswa untuk membacanya.

Mahasiswa yang lain diminta menyimak dan mengikuti secara saksama setiap baris di dalam puisi tersebut. Usai puisi dibacakan, secara bergiliran para mahasiswa saya minta memberikan komentar spontan secara verbal tentang puisi ini. Mereka tampak agak sulit merespon spontan tentang puisi ini.

BACA JUGA:  Seminar Sastra Karya Abdul Hadi WM, Dr. Bastian Kupas Pengaruh Sufisme Persia

Saya pun memberi solusi agar membuat catatan tertulis sebagai tugas untuk pemberian nilai yang kelak diakumulasi dengan para dosen lainnya (total 4 orang dosen).

Catatan mereka sangat bervariasi dan ini cukup membanggakan sebagai proses awal melatih mereka menganalisis suatu karya sastra, khususnya puisi. Beberapa komentar mahasiswa saya kutipkan di sini.

Nur Rikha Azahra memberikan kesan yang terasa sangat kontrontatif emosional.

“Kesan pertama ketika saya membaca puisi “Kesetiakawanan Asia-Afrika” karya Remy Sylado adalah mempertunjukan tindakan tidak senonoh yang dilakukan oleh Mei Hwa dan Farouk.

Menurut saya tidak senonoh karena pada awal puisi mereka memasuki kamar bersama-sama, kemudian Mei Hwa membuka blouse dan Farouk membuka hem. Bait tersebut akan membuat kita berpikiran yang tidak-tidak tentang apa yang dilakukan keduanya.

Tetapi ketika membaca dua bait terakhir pada puisi tersebut yang menyatakan “Mei Hwa di Taipeh dan Farouk di Kairo” yang artinya kedua orang tersebut berada di negara yang berbeda, tetapi dengan waktu yang sama, puisi ini menggambarkan rutinitas Mei Hwa di Taipei dan Farouk di Kairo. Meskipun bahasa yang digunakan pada bait-bait awal terkesan intim dan vulgar, puisi ini sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa kesetaraan dan persamaan nasib antarindividu itu sama walaupun berasal dari negara yang berbeda.

BACA JUGA:  Museum Benyamin Sueb akan Digelar Baca Puisi Penyair Perempuan Merah Putih

Pemilihan kota Taipeh dan Kairo mewakili dua benua yang terlibat dalam konferensi Asia-Afrika, Taipeh di benua Asia dan Kairo di Afrika.