Secara keseluruhan, puisi-puisi ini dibuat dalam rentang waktu 15 bulan. Walau, tidak tiap hari yang bersangkutan menulis puisi. Namun, dalam pengakuannya, kadang dalam sehari ada beberapa puisi tercipta.
Total keseluruhan puisi dalam buku ini berjumlah 87 puisi. Sungguh di usia 67 tahun, ia masih sangat produktif menulis puisi. Sebuah disiplin yang cukup terjaga.
selembar kartu pos dari negerimu
di ujung negeri berantah aku tunggu
salju memang belum cair semua
ranting sudah menampak daun muda
bagaimana keadaanmu di masa tua
Ada yang secara teks, kontekstual dan visual menarik dicermati dalam buku puisi ini. Kata HALELUYA—yang ditulis dalam huruf kapital dan ditempatkan di bagian tengah—muncul setelah puisi ke-34, dan masih ada 53 puisi selanjutnya.
Ini semacam ekstase penulis yang berteriak di puncak kemanusiaannya sebagai hamba. Penulis, dalam perjalanan usianya telah melakoni beragam pekerjaan dan profesi.
Sebagai jurnalis, fotografer, pemain teater, aktor film, penyair, penerbit, dan lain-lain. Belum lagi peran sebagai orangtua, suami, atasan, sahabat, dan peran sosial lainnya.
Sebagai orang yang hidup di kota, masyarakat urban, yang multi-kultur, persentuhan lintas budaya dan agama merupakan sesuatu yang tidak terelakkan.
Puisi bertanggal 24 Desember 2023 seperti melawan polemik dan berani bersikap: jane salam dari umar / selamat natal untukmu. Ungkapan yang kerap menimbulkan kontroversi setiap menjelang Natal.
Nah, terkait dengan Natal ini, yang jatuh pada tanggal 25 Desember, sepanjang hari itu, dan sehari sesudahnya, atau pada tanggal 26 Desember 2023, Goenawan sama sekali tak menulis puisi. Apakah karena ia sibuk menerima tamu, atau lagi khusyuk beribadah?
Puisi-puisi yang dibuat seputar Natal ini, terasa spiritualitas dan religiusitasnya.
Puisi-puisi dalam buku ini juga menampakkan hubungan personal dan emosional penulis dengan beberapa orang. Juga sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan terhadap orang-orang yang namanya disebut dalam puisi.
Ada di antara mereka yang sudah wafat, diabadikan, tapi tidak sebagai obituari. Mereka adalah Riri Satria, Frans Nadjira, dan Joko Pinurbo. Ada pula nama-nama lain disebut, sebagai pertanda bahwa ia punya kesan tertentu dengan mereka.
Puisi oleh penulis dijadikan sebagai arsip ingatan, dan dokumen persahabatan, yang bukan sekadar album kenangan.
Di luar itu, sebagai pemain teater dan aktor, ia juga menghadirkan sosok-sosok imajinatif yang berjarak dengan kita, antara lain Ronin, Avatar, dan Eloi. Ronin merupakan sebutan untuk samurai yang kehilangan atau terpisah dari tuannya pada masa feodal Jepang, antara tahun 1185-1868.