PERGINYA GURU BESAR ILMU BIARIN

Guru Besar Ilmu Biarin Yudhistira Massardi
Guru Besar Ilmu Biarin Yudhistira Massardi

“Batutis singkatan dari baca tulis gratis,” ungkap Mas Yudhis kepada kami yang berkunjung. Di antara hadirin ada mantan Pemimpin Umum Kantor Berita _Antara_, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf dan Sosiolog UI Dr. Ricardi S. Adnan. “Sedangkan Al-Ilmi berarti ilmu. Jadi sekolah ini membagikan ilmu baca tulis secara gratis,” lanjut Mas Yudhis sebelum memandu kami tur ke sekeliling sekolah dan memperkenalkan dengan beberapa orang guru dan siswa yang berada di lokasi.

Saya terkesan melihat metamorfosis Mas Yudhis dari seorang seniman, penyair, wartawan, menjadi praktisi-aktivis pendidikan anak yang luar biasa aktif, meski tetap berkarya menciptakan sajak-sajak baru. “Sukses tidaknya bangsa ini di masa depan sangat tergantung pada bagaimana anak-anak menjalani pendidikan mereka di usia dini, Mal,” katanya berpesan.

4/
Selasa malam, 2 April 2024, di tengah suasana i’tikaf Ramadan, sebuah berita sedih dikabarkan Noorca Massardi tentang kepergian selamanya sang saudara kembar, Yudhistira Ardi Noegraha Moelyono Massardi pada pukul 21.12 WIB di RSUD Bekasi. Beberapa tahun belakangan, Mas Yudhis memang bolak-balik ke RS akibat penyakit jantung yang dideritanya. Sebuah akhir kehidupan yang seakan dinubuatkannya 50 tahun silam: … _/kamu bilang hidup ini melelahkan/Aku bilang biarin/kamu bilang hidup itu menyakitkan_

BACA JUGA:  Prof Karta Jayadi, KOPI HAJI, dan Perayaan Spiritualitas

Mas Yudhis termasuk orang yang sangat gembira saat novel pertama saya _Imperia_ (2005) terbit. Itu persis satu dekade setelah pembicaraan kami di mobilnya usai konser Phil Collins, saat saya didorongnya menulis karya prosa. Meski saat novel itu terbit saya sudah tak lagi bekerja untuk _Gatra_ tetapi (kembali) bekerja di _Tempo_–tempat saya pernah bekerja selama tiga bulan sebelum terjadi pembredelan Juni 1994 oleh rezim Orde Baru.

Ketika kondisi tubuhnya mulai acap digerogoti penyakit, Mas Yudhis masih berkenan membaca draf novel saya _Disorder_ (Bentang Pustaka, 2020), memberikan masukan dan menuliskan testimoni, “Akmal Nasery Basral dengan riset ekstensif bak peneliti dan kemampuan bercerita yang sudah teruji pada novel-novel sebelumnya, kini menyuguhkan kisah _pandemic-apocalyptic_ yang jarang disentuh secara mendalam oleh penulis Indonesia-melalui _Disorder_. Sebuah novel yang sangat kontekstual dan relevan dengan kondisi mutakhir dunia.” Testimoni itu tentu saja mendongkrak rasa percaya diri saya.

Maka, untuk membalas testimoni itu, melalui tulisan ini saya bersaksi bahwa Mas Yudhis adalah salah seorang terbaik yang pernah saya kenal, salah seorang guru terbaik tempat menimba ilmu jurnalistik dan penulisan, salah seorang pendengar terbaik tempat berkeluh kesah (terutama periode 1994 – 1998, selama saya di _Gatra_), serta salah seorang aktivis-penggerak pendidikan anak-anak terbaik di republik ini, untuk membentuk anak-anak Indonesia masa depan yang berkarakter baik, berbudi unggul, berakhlak mulia, dan berintelektualitas tinggi, yang mampu berkompetisi di tingkat dunia.