Peluncuran Novel ‘Ibuku Perempuan Dari Pulau Rote, Bali Penuh Kenangan’ Fanny Jonathans Poyk : Memuat Pengalaman Emosional Kisah Nyata dan Refleksi Budaya

Ir.Midzon L.J.Johannis S.S, M.min , hadir sebagai nara sumber dan pembicara dalam peluncuran dan bedah buku novel IBUKU PEREMPUAN DARI PULAU ROTE, BALI PENUH KENANGAN karya Fanny Jonathans Poyk dengan moderator Nuyang Jaimee berlangsung di PDS.HB.Jassin TIM Jakarta, Minggu, 1 Desember 2024.(Foto : Dbs/Ist/Lasman)

Acara sastra ini akan diisi dengan parade pembacaan puisi oleh para penyair senior dan yunior dari Jakarta & sekitarnya.

Ini sekilas narasi tentang novel terbaru besutan sang penulis yang akrab disapa oma, mbak, dan kak Fanny Jonathans.

Novel “Ibuku Perempuan dari Pulau Rote, Bali Penuh Kenangan” berisikan atau bertuliskan kisah imajinatif yang dikolaborasikan dengan sebagian cerita nyata dari si penulis sendiri yaitu Fanny J. Poyk atau Fanny Jonathans Poyk. Penulis kelahiran Bima, Sumbawa ini berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Namun sejak usia kanak-kanak hingga dewasa dihabiskannya di Pulau Bali dan Jakarta. Dia belum pernah ke Pulau Rote.

“Kisah yang saya kemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ringan, dimaksudkan agar pembaca terhibur usai membaca bab demi bab yang ada di dalam cerita pada novel tersebut,” ucapnya melalui satu wa group komunitas sastra di Jakarta, Jumat siang (29/11/2024).

Dikatakannya lagi perjalanan dan ragam kehidupan yang terjadi pada sang Ibu yang merupakan perempuan asli Pulau Rote dari suku Bilba dengan ‘trah’ keturunan dari Raja Bilba- Raja yang pernah ada di Rote-menjadi bagian dari bab yang ada di dalam cerita.

BACA JUGA:  MENTARI TERAKHIR

Namun era globalisasi memangkas segala hal yang berkaitan dengan tradisi lama. Meskipun tidak semua orang melupakannya.

Asal-usulnya dan keberadaan Pulau Rote diperkenalkan dengan rinci oleh Fanny di dalam novel tersebut.

Alur kisah bergulir bab demi bab. Kompilasi kehidupan yang dimulai dari kegembiraan, penderitaan hingga membentuk absurditas kehidupan dengan segala perjalanan serta kenangan yang berbaur dengan kegetiran yang fatal

Pada akhirnya menggiring cerita yang ada di dalam novel ke kisah kemanusiaan yang sesungguhnya.

“Kisah tentang pergulatan hidup yang dialami oleh sebagian manusia dengan narasi yang bertuliskan bahwa hidup itu bagai memikul salib, sebab tak selamanya manusia selalu berada di zona nyaman. Dan itu harus dihadapi dengan perjuangan serta semangat yang tak boleh kendur. Karena, jika semangat serta pergulatan hidup itu berakhir, maka kisah tentang kehidupan itu juga akan selesai,” pungkasnya.(***)

Kontributor : Lasman Simanjuntak