Pameran Seni Rupa Revolusi Esok Pagi: Menikmati Dunia yang Ganjil Namun Indah

Pameran Seni Rupa Revolusi Esok Pagi
Pameran Seni Rupa Revolusi Esok Pagi

Konflik diri juga hadir dalam karya “Ketidakstabilan Status Makna” milik Rahmat Polanagau. Sementara gejolak rasa yang lebih menyayat terlihat pada karya “Pertempuran Malam” oleh AH Rimba. Rimba menyadari, kalau hidup harus terus berlanjut dan biarlah masalah tetap sebagai misteri.

Jenry Pasassan, lain lagi. Karyanya, “Distract The Mind” menggambarkan anomali secara karikatural, yakni seekor babi kurus, menelan sekumpulan gajah. Sahabatnya, Faisal Syarif menyuguhkan “Alegori”, yang visualisasinya berupa siluet.

Sementara Rahmat Muchtar melalui karyanya “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, menggambar potongan-potongan tubuh, yang mengalami keganjilan ekstrim. Di balik itu, ia hendak berpesan agar tetap fokus pada aspek paling mendasar dari eksistensi kita, yakni kemanusiaan.

Anomali bagi Arnold Fertao tidak dimaknai secara negatif. Dia bahkan meresponsnya dengan tertawa. Lihat saja karyanya “wKwKwK… Prrrueee… wKwKwK “. Rasul Rappung mengekspresikan anomali dalam karya “Misteri Wajah”. Wajah manusia memang memiliki daya tarik, sekaligus mencerminkan kompleksitas manusia itu sendiri.

Yang agak beda ditampilkan Hikma Fajar, dalam “Normal/Abnormal”. Dia tampilkan dua potret dalam satu bidang, tapi masih satu karakter.

BACA JUGA:  Forum Sastra Kepulauan, Ram Prapanca Antar Diskusi "Menghangat"

Bagi Firmansyah, setiap keadaan sebaiknya diterima dengan cara kita mampu beradaptasi, sehingga tercipta harmoni. Itulah “Positif Thinking”, yang dia gambarkan berupa dua tangan yang saling berseberangan. Namun tetap berupaya menggapai, saling menyapa dan hendak bersalaman.

Tak cuma karya perupa, ada pula Kika dengan kelompoknya Cloud House Puppet, yang unjuk rasa dalam pentas teater boneka bertajuk “NITI”. Kika seperti memutar jarum waktu, memprotes dan menggugat keadaan jugun ianfu, korban perbudakan seks zaman Jepang di Indonesia, yang hingga sekarang tak kunjung mendapatkan keadilan.

Muhlis Lugis menampilkan munculnya anomali pada sosok pemimpin, yang menjelma sebagai monster rakus, dan pikirannya hanya berkutat pada uang. Muhlis menjulukinya sebagai “Transaction”, terlihat di kepala dengan simbol dollar pada otaknya, mulut dan sekitarnya.

Kemudian Afif Rofii dalam “Mentah Karsa Oligarki”, menganalogikan oligarki sebagai pengendali pemerintah yang ia lambangkan dengan pion catur. Fadly Saleh memaparkan kebobrokan penguasa pada perusakan lingkungan dan penggusuran dalam lukisan berjudul “Sang Penguasa”. Tema kerusakan lingkungan juga  diperhatiankan oleh Ikbal Saidin Akbar, dalam “Lestari”. Ikbal menegaskan isu lingkungan dengan menambahkan pesan, “Stop Climate Meltdown”.