Nur Linda Sukma Waziza: Kreativitas Itu Bisa di Mana Saja

Nur Linda Sukma Waziza
Nur Linda Sukma Waziza

Bahan yang digunakan saat membuat rajutan terdiri dari benang berbahan pollycery dan bahan pollythick. Katanya, yang lebih halus itu dari bahan pollycery. Bahan lainnya berupa hakpen. Untuk pollycery menggunakan hakpen 3/4, pollythick menggunakan hakpen 5/6, dan beberapa jenis benang lain yang harus disesuaikan dengan besar kecil jarum.

“Tantangannya membuat rajutan ini hanya saat awal, ketika baru memulai. Juga bagaimana menyiasati kejenuhan,” ungkapnya.

Tapi Linda punya cara tersendiri mengatasi kejenuhan itu. Yakni, dengan membuat produk berbeda, atau mengganti jenis produk yang dibuat. Biar tidak terasa bahwa yang dikerjakan itu-itu saja.

Selain membuat rajutan, dia juga melukis di rumahnya di kawasan Taeng, Kabupaten Gowa. Dia biasa melukis potret, pemandangan, still life atau alam benda. Dia sudah suka melukis sejak SD. Itu karena dia suka mellihat gambar atau lukisan. Sementara ini, dia diarahkan untuk fokus melukis realis. Karena di Makassar, katanya, jarang ada perempuan yang menekuni aliran realisme.

Linda bisa juga menyanyi dan main gitar. Bahkan dia dahulu sering ngamen dari kafe ke kafe. Dia mulai ngamen saat masih SMP kelas 3. Ngamennya di Pantai Losari, era lama. Itu saat kita masih bisa menikmati sunset di Pantai Losari. Lalu di Laguna setelah pedagang direlokasi ke sana. Sekarang tidak ada lagi Laguna. Yang tersisa di sana hanya patung gajah.

BACA JUGA:  Kak Toto, Seni dan Inklusi, Bagaimana Kanvas Mengubah Hidup Banyak Anak

Dia sangat menikmati aktivitas merajutnya ini. Peralatan pekerjaannya ini selalu dibawa. Katanya, bila dia punya janji akan mendatangi suatu tempat, dia selalu membawa bahan rajutannya. Sembari menunggu, dia merajut. Sehingga dia tidak merasa ada waktu yang terbuang.

Linda mengaku mewarisi bakat seni dari bapaknya, yang suka melukis, main gitar dan bernyanyi. Sementara kalau ibunya, kata dia, memberi pengaruh terkait kemampuannya merajut.

“Ibunya saya suka kruistik atau kristik,” katanya, terkait bakat seni ibunya itu.

Kruistik i(kruissteek) ini sebutan bahasa Belanda untuk kegiatan seni tusuk silang. Seni yang biasa dilakukan ibu-ibu tempo doeloe ini merupakan salah satu jenis sulaman yang menggunakan jahitan benang bersilang, membentuk huruf X, di atas kain tenunan sejajar. Teknik jahitan membentuk huruf X pada kain yang memiliki kotak-kotak lubang ini disebut setik silang, sehingga kristik populer dengan sebutan tusuk silang. (*)