Nama-nama agung asmaulhusna yang disebutkan, sekaligus menjadi ‘muatan nilai’ paling fundamental dari puisi-puisi yang disajikan. Karena nama itulah, sesungguhnya yang diperlukan secara fitrawi dari jiwa primordial manusia, sebagai ‘debu sebiji zarra’ yang disebutkan penyairnya.
Nama-nama itu menjadi semacam ‘asupan gizi paling lezat’ dari jiwa kita yang kerontang dari ‘sejuknya titik-titik hujan surgawi’.
Penyair sudah menyuguhkan kepada pembaca sebuah ‘tawaran nilai’ paling anggun dalam puisi-puisi ini.
Mengenai absurditas ‘perjumpaan’ penyair dalam “Mengejar Tapak Allah” nya ini. Adalah sisi lain yang mungkin ‘tetap bersoal’, dalam pengertian ‘perjumpaan hakiki’, sebagai buah perjalanan rohani, yang bersifat ‘makrifat’.
Maka, biarlah hal tersebut, menjadi milik sang penyair, dan/atau milik pribadi-pribadi yang ‘menempuh jalan rohani’ dalam kehidupannya.
SM. 9/1/2025