Sedangkan cerpen yang bersifat nonkonvensional lanjut Mahrus Andis, umumnya memiliki plot yang tidak sistematis, melompat-lompat dan ceritanya unlogic (tidak masuk akal). Contoh jenis prosa seperti ini dapat dilihat pada karangan Darmanto Jt, Putu Wijaya atau Iwan Simatupang.
“Membaca Kumpulan Cerpen “Kaki-kaki Telanjang”, karya M. Amir Jaya, kita berhadapan dengan plot konvensional. Semua alur cerita dalam Kumpulan Cerpen tersebut dibangun secara tegak lurus dan tidak didapati tikungan tajam atau tanjakan yang mendebarkan di dalamnya,” ucap Mahrus Andis membacakan kritikannya.
Tentu dimaklumi, tambahnya, sebab, M. Amir Jaya tidak berorientasi pada penemuan bentuk-bentuk penggarapan sastra yang baru. Ia seorang pendakwah yang senang memanfaatkan cerpennya untuk mengusung pesan-pesan moral.
Banyak tawaran keruhanian yang bisa kita jadikan renungan berharga di dalam Kumpulan Cerpen ini. Ada tema kemanusiaan, moral, cinta, maupun ketuhanan. Katakanlah misalnya, bagaimana agar kita tidak gampang berprasangka buruk, menilai orang lain sebagai koruptor di saat isi dompet kita sendiri busuk.
Tema kemanusiaan ini dapat ditemukan pada cerpen berjudul “Hidung” dan “Mencari Sahabat.” Tentang korupsi juga dapat dibaca pada cerpen “Kades” dan “Pertarungan”. Potret kemasyarakatan dan politik dapat dibaca pada cerpen “Mata”, “Pertengkaran Dua Baliho”, atau “Satu Kepala, Satu Lembar Uang Plastik”.
Tema cinta dan keagamaan, ulas mantan Pamong Senior Pemkab Bulukumba ini, terdapat pada cerpen “Di antara Dua Pilihan”, “Terkapar”, “Saf”, dan “Kaki-kaki Telanjang.”
Di buku setebal 71 halaman dan diterbitkan oleh Arya Pustaka Makassar ini berisi 11 buah cerpen. Semuanya tergolong cerpen yang baru ditulis di tahun 2023. Sebuah capaian artistik yang luar biasa, terutama, jika dipotret dari sisi durasi pemanfaatan ruang kreativitas.
“Seperti yang saya sebut di awal tulisan, Amir Jaya mengarang cerita tanpa orientasi penemuan bentuk penggarapan baru. Ia tetap berpijak pada teknik plot yang patuh di area konvensional. Dinamika cerita terpelihara secara sistematis. Anasir plot seperti: situasi sebagai latar kejadian (situation), pergerakan setiap peristiwa (generating circumtances), keadaan yang bergerak memuncak (rising action), peristiwa mencapai puncak (climax) dan pemecahan soal dari semua peristiwa cerita (denouement); tetap menjadi prabot penting membangun cerpen-cerpen tersebut,” ulasnya.