KETIKA 180 KREATOR MILENIAL DAN GEN Z, DARI ACEH HINGGA PAPUA, BERSAKSI MELALUI PUISI ESAI

Ketiga: Menjaga Warisan Budaya dan Menulis Sejarah Baru

Indonesia adalah negeri yang kaya dengan keberagaman budaya, dari Aceh hingga Papua. Dalam era globalisasi ini, kekayaan tersebut semakin terancam oleh homogenisasi budaya global.

Ketika milenial dan Gen Z menulis puisi esai, mereka tidak hanya menulis untuk diri mereka sendiri, tetapi juga melestarikan dan menuliskan kembali sejarah, tradisi, dan nilai-nilai lokal. Mereka menjadi saksi zaman yang mencatat peristiwa, kisah, dan perubahan dari perspektif mereka sendiri.

Puisi esai memberi kesempatan bagi mereka untuk menggabungkan kisah lokal dengan isu global, menciptakan perpaduan unik yang merefleksikan jati diri mereka sebagai generasi masa kini.

Misalnya, seorang pemuda dari Bali menulis tentang tantangan modernisasi di tengah upaya menjaga nilai-nilai spiritual. Atau seorang anak muda dari Sumatera menceritakan tradisi lisan nenek moyangnya yang kian pudar.

Dengan menulis, mereka menjadi penjaga dan penerus budaya. Mereka mencatat perubahan dan mempertahankan nilai-nilai lokal yang berharga.

Seiring waktu, tulisan-tulisan mereka menjadi saksi bisu dari pergeseran sosial, ekonomi, dan budaya, membantu generasi berikutnya memahami perjalanan bangsa ini.

BACA JUGA:  Mozaik Jurnalistik dalam Bingkai Tradisi

Seperti ukiran pada batu, kata-kata mereka menjadi jejak sejarah, mencatat dunia yang mereka lihat dan rasakan.

-000-

Membangun Masa Depan Melalui Kata-Kata

Di tengah dunia yang semakin kompleks, menulis sastra adalah cara bagi milenial dan Gen Z untuk merangkul diri, memahami dunia, dan memberi makna pada perubahan.

Mereka tidak hanya menulis untuk mengungkapkan diri, tetapi juga untuk menyuarakan generasi mereka yang kaya dengan keberagaman, tantangan, dan mimpi.

Melalui puisi esai, mereka belajar menjadi saksi dan pemimpin masa depan yang lebih peka, lebih bijaksana, dan lebih kuat dalam memahami serta mempengaruhi dunia di sekitar mereka.

Dengan menulis, mereka mengukir jejak di tengah arus digital yang berlalu begitu cepat. Mereka menunjukkan bahwa meski dunia terus bergerak, kita tetap bisa menemukan kedamaian, makna, dan jati diri melalui sastra.

Menulis bukan hanya tentang mengisi halaman kosong; ia adalah perjalanan menuju ke dalam, menuju pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan tentang diri.

Di tangan 180 kreator milenial dan Gen Z ini, dari Aceh hingga Papua, puisi esai bukan sekadar kata-kata. Ia adalah suara generasi, yang menggemakan harapan, kekhawatiran, cinta, melalui kesaksian mereka.

BACA JUGA:  Puncak Perayaan HPI 2024 : Penyair D. Zawawi Imron Terima Anugerah Sastrawan Adiluhung dari Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon

Sebanyak 18 buku puisi esai para milenial dan generasi Z ini segera bisa dibaca online.