GIGI EMAS

Gigi Emas
Gigi Emas

Oleh M.Amir Jaya

LELAKI kurus itu tak sepenuhnya menikmati secangkir kopi susu di sebuah cafe. Pasalnya, acara launching dan bedah buku puisi “Sepi itu Indah” semakin banyak tamu berdatangan.

Padahal lelaki kurus yang bernama Dundu itu hanya mengundang 20-25 orang. Ya, undangan terbatas. Yang diundang hanya sahabat-sahabatnya di komunitas penyair.

Dundu adalah seorang penyair yang sudah menghabiskan hampir seluruh hidupnya di dunia puisi. Tetapi dia belum pernah menerbitkan buku antologi puisi tunggal.

Agar tidak dikenal sebagai penyair tanpa buku, maka dia menjual motor satu-satunya untuk membiayai penerbitan buku puisinya. Terbitlah buku “Sepi itu Indah”.

Hari ini dilaunching dan dibedah oleh dua Doktor, ahli sastra: Dr. Sotta Dg Kulle dan Dr. Piti Dg Garambang.

Dr. Sotta memuji-muji 90 judul puisi yang ada di dalam antologi puisi ini. Sedangkan Dr. Piti mengkritisi sejumlah puisi yang dinilainya tidak kuat, karena sekadar deretan kata-kata indah tanpa pesan.

Bagi penyair Dundu, tidak jumawa mendengar pujian apresiasi Dr. Sotta, tetapi juga tidak sakit hati ketika dikritisi oleh Dr. Piti, kritikus sastra tingkat nasional.

BACA JUGA:  Mengeja Ujar Batin Syahriar Tato dalam Episodenya Mengejar Tapak Allah

Dundu hanya fokus memikirkan biaya bedah buku yang dihadiri banyak peserta.

Dia membisiki sahabatnya, Dg Tojeng, yang menangani absen peserts. Tercatat sudah 45 peserta.

“Siapa orang-orang di belakang itu ?” Bisik Dundu kepada Dg Tojeng.
“Seniman-seniman muda, Bos.”
“Siapa yang undang mereka?”
“Bos yang undang.”
“Ah, saya tidak pernah undang mereka. Yang saya undang itu hanya teman-teman dekat,” kata Dundu sambil menggelengkan kepalanya.

Orang-orang di ruangan itu memesan kopi susu, kopi hitam, teh susu dan just advokat. Adapula yang memesan ubi goreng, pisang goreng dan kentang goreng. Habis di piring, pesan lagi.

Matemija. Dundu semakin tidak konsentrasi. Gelisah. Apresiasi pembahas dan sejumlah peserta yang lebih banyak memuji-muji puisinya, justru seperti bom yang ingin meledakkan kepalanya.

Betapa tidak, dana yang disiapkan untuk acara bedah bukunya itu hanya Rp 600.000–Rp 700.000, sisa penjualan motornya dengan estimasi 20-25 peserta. Sekarang peserta bedah bukunya sudah mencapai 50 orang. Artinya, kopi susu yang nilainya Rp 18.000 x 50: Rp 900.000. Itu belum masuk pesanan gorengan dan air aqua.
Dundu semakin gelisah.
***
KEGELISAHAN Dundu terbukti. Usai ucara bedah buku, pemilik cafe menyodorkan nota pesanan. Nilainya cukup besar: Rp 1.500.000.

BACA JUGA:  PUISI RAMADHAN

Dundu protes kepada pemilik cafe, karena kesepakatan awal itu peserta hanya bisa memesan kopi susu, kopi hitam, teh dan sepuluh piring pisang goreng. Sementara di nota tertera 20 piring pisang goreng, 10 piring ubi goreng dan 5 piring kentang goreng serta 5 just advokat ditambah 20 air botol aqua.