Tata’ Gassing yang merasa terpojok, mulai gelisah. Lalu mencari alasan.
“Diam! Malik! Juga kau,” sambil menunjuk Insinyur Farid, “kuberi kesempatan sekali ini saja. Segera kalian berbenah untuk cepat meninggalkan kampung ini, lebih cepat akan lebih baik. Jangan sampai terjadi sesuatu yang merugikan kalian. Maryam… Nia… pulang!” hardik Tata’ Gassing.
Maryam dan Haniah tersentak kaget. Tak menyangka kejadian yang tiba-tiba itu bisa menjadi kenyataan yang menyakitkan. Bahkan Maryam yang sangat terpukul dirundung kesedihan tiba-tiba, terpuruk limbung.
“Tata’, jangan… Jangan tuduh Kak Malik dengan kawan-kawannya yang bukan-bukan. Sungguh, mereka itu bekerja ikhlas untuk membantu mengatasi perkampungan kita, Tata’, jangan…” Maryam jatuh pingsan.
Kejadian itu langsung membuat Tata Gassing panik dan bersama beberapa warga, langsung mengerubungi Maryam yang tergeletak di lantai. Malik dan Farid berpandangan bingung. Tidak mampu berkata-kata. Tak tahu mengambil keputusan apa yang sebaiknya.
Tata’ Gassing yang sangat takut kehilangan anak semata wayangnya itu langsung kian panik dan minta tolong pada siapa saja.
“Tolong aku…..tolong anakku,” pintanya dalam raung kesedihan.
Snapshot Anti klimaks – peleraian berikut halaman 61-66:
Malik dan Farid segera berinisiatif mendekati kerumunan.
“Pakai saja mobilku, kita bawa Maryam segera ke Puskesmas,” kata Insinyur Farid.
Ibu-ibu PKK dan remaja putri langsung bergotong royong mengangkat tubuh Maryam dan bersama Insinyur Farid segera mengangkutnya ke Puskesmas.
Ya, Allah…..Ya Tuhanku, tolonglah selamatkan anakku, Tolong ya Allah,” sungutnya dalam doa.
Semua orang masih terdiam, larut dalam kesedihan. Mereka memahami perasaan Tata’ Gassing yang sangat ketakutan kehilangan putrinya itu. Apalagi setelah orang tua itu langsung berlutut mohon ampunan Tuhannya.
“Ya, Allah, mengapa aku melakukan kebodohan seperti ini?”
Pak Lurah yang melihat orang tua itu sedih, dia langsung mendekatinya.
“Tata’, makanya jangan selalu berburuk sangka pada orang lain. Simak dulu masalah- nya, lihat dulu, timbang salah benarnya baru bicara. Nak Malik dan kawan-kawan sungguh ingin membantu kampung kita agar bebas dari banjir, yang selalu membuat kita sengsara, membuat kita kehilangan harta dan jiwa orang yang kita cintai,” nasihat pak Kades.
“Aku sungguh telah berdosa pada anakku,” sambung tat’ Gassing, “juga berdosa kepada kalian semua, penduduk di sini. Kuingat tahun lalu itu… beberapa wanita yang harus menjanda, dan anak-anak kampung menjadi yatim piatu akibat banjir yang melanda kampung ini dan wabah yang menular dengan kejam. Kusadari semua itu akibat kekerasanku untuk bertahan di sini, mempertahankan daerah kumuh, untuk melindungi usahaku. Ya Tuhan, aku telah mencemarkan nama baik kampung ini, selama ini. Nak Malik maafkan aku,” sesal Tata’ Gassing dengan sesungguk tangisnya.