Bergeser lagi ke snapshot menuju klimaks berikut halaman 49-51:
“Yang kusesali, aku belum berhasil meyakinkan Tata’ Gassing ayahmu,” keluh Malik.
“Justru itulah yang selama ini kukhawatirkan, sikap Tettaku akhir-akhir ini. Mengapa jadi begitu berubah. Semakin tidak mau menerima kemajuan. Yang kubingungkan juga adalah, mengapa sampai saat ini Tetta melarangku ikut terlibat dalam kegiatan ini, ada apa di balik semua ini? Ujar Maryam bingung.
………………………….
Dari mana kau membawa-bawa Maryam? Kau tahu ini siri-malu!”
Malik yang mulai menangkap arah pembicaraan para penghadangnya, mencoba menenangkan para penghadangnya.
“Oh itu… aku dan Maryam tidak kemana-mana. Hanya sekedar berbincang di bawah pohon dekat Sanggar lalu ku antar pulang, Dik Gaffar!” aku Malik tenang.
“Bohong!..kalian pasti telah melakukan perbuatan yang tidak senonoh, melanggar adat dan memalukan keluarga kami,” sergah Gaffar.
Malik berusaha tetap tenang tak terpancing emosi Gaffar dan kawan-kawan.
“Jangan menuduhku yang tidak masuk akal, Dik Gaffar,” pinta Malik.
“Kami sudah mengintip kalian sejak tadi, apa maksudmu berdua-duaan di tampat sepi dimana tidak ada orang yang mengawasi,” Tuduh I Coa’.
“Betul, pasti ada udang di balik batu. Pasti ada maksud tertentu,” sambung Nurdin.
“Disebabkan kehadiranmulah sehingga Maryam kini sudah tidak perhatian lagi padaku. Kau sudah mencoba merampasnya dariku!” kata Gaffar.
“Dik Maryam kuanggap sebagai adikku sendiri. Tidak lebih dari itu. Kalian boleh tanya padanya. Aku tidak pernah bicara lain kecuali menyangkut kegiatan remaja kita di sini, di samping pembangunan kampung ini,” elak Malik bersungguh-sungguh.
“Akhh… jangan percaya Gaffar, hajar saja dia. Kita sudah dibuat malu, napakasirikki!” hasut Nurdin.
Gaffar yang sudah sejak lama memendam dendam dan amarah, langsung saja tersulut hasutan itu. Ia langsung melayangkan serangannya yang mendadak ke arah Malik. Terjadilah duel yang cukup seru, meski Malik hanya berusaha mengelak terus menghindar pukulan.
Beberapa teman Gaffar yang ingin mem- buat jasa ikut-ikutan menyerang untunk mengambil keuntungan secara pengecut. Tapi Malik bukanlah tipe pemuda ayam sayur yang gampang ditaklukkan. Ia adalah pewaris perguruan silat Merpati Putih yang dipimpin oleh ayahnya. Oleh sebab itu serangan secara kerubutan itu tidaklah terlalu merepotkannya.
Malah akhirnya makin berhasil menaklukkan semuanya termasuk Gaffar. Dengan mengatur nafas yang sedikit teragah, Malik malah mendekati Gaffar yang sudah jatuh terlentang sesak nafas, akibat kecapekan menyerang secara emosi dan membabi buta.