Asa Dalam Anatomi Keretakan

Keretakan
Artist Talk, Jum'at (18/07). Ki-ka: Tara Febriani K (Host), Zaeni Mohammad (Artist), dan Wang Arzacky (Curator). Foto: Aks

Catatan Agus K Saputra

NusantaraInsight, Lombok — Zaeni Mohammad sebagai sosok seniman lintas medium yang telah menjelajahi berbagai ranah kesenian, kali ini menampilkan karya seni rupa dalam bingkai besar Anatomy of Rupture. Bertempat di Space Eum Art Gallery-Rplay Lombok, terhitung mulai tanggal 05 hingga 30 Juli 2025.

Dengan materi berlimpah, Kurator Wang Arzacky memperlukan waktu selama 10 (sepuluh) hari untuk mengkurasi sekitar 100 (seratus) karya lukis Zaeni Mohammad.

“Pada hari ke-6 (enam) saya menemukan gagasan utama Anatomy of Rupture,” ucap Wang.

Anatomy of Rupture (Anatomi Keretakan), bagi Wang adalah metafora kuratorial yang menggambarkan eksplorasi mendalam tentang keretakan–baik fisik, emosional, maupun budaya.

“Dua gagasan utama membentuk fondasi ide ini: Anatomy, sebagai tindakan membedah dan memahami struktur tubuh atau entitas; dan Rupture sebagai keretakan (patahan), luka, atau gangguan yang menandakan perubahan atau transformasi (pergeseran) besar,” tambah Wang, alumni Universitas Islam Mataram, ini.

Anatomi Keretakan ketika digubungkan, lanjut Wang, hendak bicara tentang bagaimana luka-luka–dalam tubuh, identitas, sejarah, atau realitas sosial–bukan hanya hadir sebagai peristiwa traumatis, tetapi juga sebagai arsitektur makna. Ini mengajak kita untuk membaca luka-luka, bukan sebagai hal yang harus segera disembuhkan atau diingkari, melainkan sebagai struktur yang harus dikenali, dianalisis, dan diinterpretasikan.

BACA JUGA:  51 Perupa Ikut Revolusi Esok Pagi

Konsep ini menjadi sangat relevan ketika kita membaca praktik visual Zaeni Mohammad. Dalam karya-karyanya, tubuh manusia digambarkan terjebak, tertindih, atau seolah dilahirkan kembali dari bongkahan tanah. Elemen-elemen visual seperti retakan batu, tekstur kasar, dan sosok tubuh yang hancur, menjadi simbol beban eksistensial yang bersifat personal maupun kolektif.

Dalam proses kreatifnya, kali ini, Zaeni tidak menawarkan keindahan yang nyaman. Lukisan-lukisannya tidak dekoratif; tetapi penolakan terhadap visual yang mudah dicerna. Ia membawa kita ke dalam ruang antara: antara material yang keras dan ekspresi yang rapuh; antara trauma sosial dan perenungan yang personal.

Ada 17 (tujuh belas) judul lukisan dan 1 (satu) karya instalasi yang dipamerkan. Dari karya-karya lukis itu, sungguh, kita tidak hanya mengamati karya seni, tapi merasakan tekanan yang terkandung di dalamnya: tekanan waktu, tekanan memori, dan tekanan kehidupan itu sendiri, yang terkadang hanya dapat disampaikan melalui permukaan yang retak (pecah).

Sehingga, di ruang ini pulalah kita mulai belajar: bahwa keretakan, jika dibaca dengan hati-hati, bisa menjadi pintu gerbang menuju pemahaman yang lebih dalam (jujur)–bukan tentang apa yang rusak, tapi tentang apa yang berusaha muncul dari dalamnya.