Garassi dan Cerita Tentang Tumanurung

Oleh: Amran Azis Daeng Nassa (Pegiat Seni Budaya, tinggal di Malino)

NusantaraInsight, Gowa — Hari ini saya melakukan perjalanan ke Garassi, salah satu kampung di sebelah Utara kota Malino. Kampung ini jarang tersorot media, padahal di masanya pernah punya struktur pemerintahan sendiri bergelar “Karaeng”.

Perjalanan ke sana ditempuh sekira 45 menit, melewati jalan berkelok, sedikit terjal, tapi jalannya beraspal dengan lebar 4 meter.

Bila dari arah Sungguminasa, ibu kota Kabupaten Gowa, jaraknya sekitar 7 km sebelum masuk Malino, arah ke kiri di pertigaan jalan poros Kampung Pangajiang, Desa Parigi.

Sabtu, 19 Juli 2025, ini saya ke sana untuk menghadiri undangan salah seorang kerabat, yang masih keluarga dekat. Namanya Muhammad Harun Dg Ilang, dikenal sebagai tokoh masyarakat di kampung itu sekaligus Kepala Lingkungan Jaleko.

Karena agak buru-buru, juga pertimbangan kondisi cuaca Malino yang sewaktu-waktu turun hujan, maka saya akan melalui jalur alternatif. Jarak tempuh ke sana butuh waktu 20 menit dengan sepeda motor.

BACA JUGA:  Austria Gagal Raih Juara Dunia Indoor Hockey di Dua Final

Meski lebih ringkas, tapi jalur yang bakal dilewati ini lebih ekstrim dengan penurunan yang agak curam. Perlu kewaspadaan tinggi ketika melewati jalur ini. Apalagi saya berboncengan dengan istri, Daeng Sayang.

Kami start dari rumah di Malino menuju samping Polsekta Tinggimoncong, melewati jembatan yang di bawahnya mengalir air Kaloro Bangko.

Dalam bahasa Makassar, kaloro’ berarti sungai. Sedangkan bangko merupakan salah satu nama pohon yang banyak tumbuh di sekitar bantaran sungai.

Batang pohon ini biasa digunakan masyarakat untuk dimasak bersama daging. Namun, terlebih dahulu kulit batangnya diserut, lalu campur dengan daging dimasukkan ke dalam bambu kemudian dibakar.

Hasilnya jadi lammang/lemang daging. Sangat nikmat disantap dengan nasi panas.

Beberapa kilometer ke depan, kami tiba di kampung Salembo’na yang menyajikan pemandangan alam indah nan eksotik. Bentangan pegunungan yang berbatasan dengan kabupaten Maros, deretan hutan pinus berpadu hutan belantara yang masih asli, menambah kesejukan alami wilayah ini.

Terasering persawahan bagai pemandangan yang ada di Ubud, Bali, tersaji rapi. Kawasan yang kami lalui ini masuk Kelurahan Gantarang.

BACA JUGA:  Lurah Parang Tambung Dukung Kemajuan Pencak Silat di Kecamatan Tamalate

Setiap kali saya melintas di sini, rasa kagum saya terhadap Sang Pencipta alam semesta, yang memberikan pemandangan luar biasa bak sebuah lukisan. Lebih indah lagi ketika padi mulai menguning.

Dalam perjalanan kami, sedikit mengalami pelambatan karena berpapasan dengan mobil warga.

Tibalah kami di batas Kelurahan Gantarang dan Kelurahan Garassi. Garassi merupakan kelurahan pecahan dari Kelurahan Malino, pada awal tahun 1990an.