Prof.Dr. Ansar Arifin, M.S: Relasi Pinggawa Sawi Ciptakan Perangkap Kemiskinan

“Enam mata rantai utama ini memperlihatkan bagaimana struktur sosial pinggawa-sawi memfasilitasi eksploitasi sistematis. Ketimpangan ini hanya bisa diputus melalui intervensi sosial-ekonomi yang mampu menembus dan mentgransformasi struktur yang mengikat mereka,” kata Ansar Arifin kemudian menambahkan, tanpa itu, kemiskinan nelayan akan terus berlangsung lintas generasi, memperlemah posisi mereka dalam sistem ekonomi maritim nasional.

Ansar Arifin mengakui, setelah bertahun-tahun meneliti realitas kehidupan nelayan, muncul kegelisahan akademik terhadap persoalan sosial, budaya, dan ekonomi yang tak kunjung terselesaikan. Banyak kajian berhenti sebagai momentum akademik tanpa solusi nyata. Dominasi pendekatan positivistik dan analisis struktural klasik justru melanggengkan status-quo, menjadikan kemiskinan nelayan seolah wajar dan tak terhindarkan.

Pendekatan struktural-fungsional dan konstruksi sosial telah lama digunakan dalam memahami relasi pinggawa-sawi, yang menempatkan posisi nelayan sawi cenderung menerima posisi subordinat dengan pasrah.

“Perspektif Bourdieu tentang modal ekonomi, sosial, dan budaya mengungkap bahwa harmoni relasi patron-klien sebenarnya menyembunyikan dominasi yang menguntungkan pihak pinggawa. Sekuritas sosial, ‘bonding social capital’ ( hubungan yang erat dan kuat antara individu-individu dalam kelompok yang sama atau komunitas yang homogen) dan ‘pseudo-kinship’ (menggambarkan hubungan sosial yang menyerupai hubungan kekerabatan atau keluarga, tetapi tidak berdasarkan hubungan darah atau pernikahan) menciptakan ketergantungan yang tidak hanya ekonomi, tetapi juga psikologis. Relasi ini diterima sebagai kewajaran atau sebuah bentuk ‘doxa’ (menggambarkan pengetahuan, kepercayaan, atau opini yang diterima secara luas dan dianggap sebagai kebenaran oleh masyarakat atau kelompok tertentu) dalam istilah Boudieu,” beber Ansar Arifin mengutip “Outline of a Theory of Practice” yang ditulis Piere Bourdieu yang diterbitkan Cambridge University Press, London tahun 1977.

BACA JUGA:  Gelar Pra Raker, Pengurus IKA SMANSA 82 Rumuskan Sejumlah Program Kegiatan

Ansar Arifin mengatakan, fenomena ini menunjukkan, sistem pinggawa-sawi adalah bentuk interdependensi yang sarat penguasaan. Pingawa mengontrol sumber daya produksi, distribusi alat tangkap, dan akses pasar, menjadikan sawi terjebak dalam kemiskinan struktural dan posisi tawar rendah. Hambatan yang mereka alami bukan semata karena keterbatasan keterampilan, melainkan karena sistem struktural yang mengekang monilitas mereka.

“Upaya mengatasi kemiskinan nelayan menuntut keterbukaan akademisi dan praktisi untuk mengembangkan pendekatan kontekstual solutif dan transformatif. Kajian akademik harus melampaui pendeskripsian menuju rekomendasi kebijakan yang aplikatif dan mampu mendorong perubahan struktur sosial. Paradigma penelitian perlu bergeser dari sekadar analisis struktural menuju aksi sosial yang konkret dengan menempatkan komunitas nelayan sebagai subjek perubahan yang memiliki kapasitas guna memperbaiki nasibnya melalui dukungan kebijakan yang tepat, berkeadilan, dan sistematis,” kunci Prof.Ansar Arifin yang merupakan Profesor ke-589 Universitas Hasanuddin. (mda).