Salwa dan Sahwa, saudara kembar berusia 8 tahun, yang masih duduk di kelas 3, senang karena gambarnya dipajang. Keduanya menggambar laut, ikan, dan kapal. Ada juga karya seni instalasi dari sampah plastik yang dipungut anak-anak dari pesisir Pantai Marbo.
Dinding warga juga ikut digambar, bagian dari pertunjukan. Lukisan mural dibuat Aldy, mahasiswa UMI Makassar dan Fadlan dari Universitas Dipanegara. Keduanya berasal dari Majene. Mereka ikut karena diajak dan senang bisa berkolaborasi dalam kegiatan seni budaya seperti ini. Mereka membuat mural berupa laut dengan prasasti bertuliskan beraksara Lontaraq. Setelah mural jadi, anak-anak antre untuk memberi cap telapak tangan mereka di sekeliling mural.
Sementara itu, Kaharuddin dkk menampilkan Paraga. Ada pula remaja-remaja putri asal Tallo yang tampil membawakan tari Paduppa, tari Tulolonna Sulawesi dan lagu qasidah. Selain itu ditampilkan pula seni beladiri pamanca sipakatau.
Lapak baca yang menyediakan bacaan bagi anak-anak juga ada. Buku-buku dengan tema budaya dan sejarah Sulawesi Selatan dijual selama gelaran acara.
Anak-anak senang permainan tradisional, seperti longga-longga dan dende-dende. Bu Mia (43 tahun) dan Bu Ati (56 tahun), mengaku terkenang pada masa kecilnya. Saat masih kecil, katanya, mereka sering bermain lompat tali, congklak, petak umpet, longga-longga, dan jangang-jangang.
Aneka jajanan tradisional juga dijual warga. Gade-gade warga yang menyediakan aneka minuman dan makanan ringan kemasan terlihat laris manis. Cuaca cerah seharian sangat mendukung kerlancaran acara.
Pada sesi sore, tenggelam bersama puisi, tampil membacakan puisi dari UKM Seni Pancoran UKI Paulus, dan seorang murid SMP. Sofyan Basri dari Ruang Abstrak Literasi, juga tampil membaca puisi Karaeng Pattingalloang Galileo dari Timur karya Rusdin Tompo. Pada malam hari, masih ada beragam penampilan.
Dongeng kebudayaan dengan pesan pentingnya menjaga ekosistem laut, yang ditampilkan Kak Mangga dkk, sangat menghibur anak-anak. Anak-anak dan warga diajak tidak membuang sampah ke laut, yang jadi bagian dari cerita. Pasinrilik Arif Daeng Rate, tampil memainkan cerita sejarah Kerajaan Tallo, di era keemasan kekuasaan Karaeng Matoaya.
Pertunjukan seni budaya yang disebut-sebut warga sebagai pesta rakyat ini, saat pembukaan dihadiri Sekcam Tallo, Lurah Tallo, dan RT/RW se-Kelurahan Tallo. Dinas Kebudayaan Kota Makassar, dan beberapa staf Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XIX juga hadir.
Saat prosesi panaik-panaung, yang diadakan menjelang Magrib, panca dengan seserahan dilarungkan ke laut. Begitu panca yang berisi ayam goreng 2 ekor, songkolo empat warna, telur, pisang, burasa, dan aneka buah diturunkan, anak-anak langsung berebutan. Ada yang mengaku merinding saat mengikuti prosesi itu menuju ke laut.