Lebih dari itu buku ini adalah bentuk perlawanan terhadap.pelupaan.
“Seni tradisi tidak hidup di balik.museum atau panggung besar, melainkan diantara nafas manusia yang masih setia menyebut nama leluhurnya,” ujarnya.
Dikatakannya lagi buku LK Ara ini-seorang penyair, budayawan dan putera Gayo yang telah mendedikasikan hidupnya untuk menjaga nyala tradisi dari padam-bukan hanya dokumentasi, tetapi nafas panjang dari satu peradaban seni yang telah lama berdiri tegak di dataran tinggi.
“Di dalamnya kita temukan cinta pada kampung halaman, pada syair tua yang berdenyut di tubuh Didong, dan pada lenggang sakral Tari Guel yang melambangkan kemuliaan.Sebagai Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, saya menilai buku ini sangat penting sebagai bahan ajar, rujukan ilmiah, maupun sebagai ruang apresiasi budaya,” pungkasnya.
Endo Suanda, Etnomusikolog menyatakan rasa sangat terhormat bisa memberikan kata sambutan pada buku karya LK.Ara,Penyair dan Budayawan sepuh tetapi semangat dan produktivitasnya tak pernah surut.
“Buku ini adalah dokumentasi peristiwa dan literasi penting dari perjalanan seni pertunjukan Nusantara Didong dan Tari Guel, sebagai dua ekspresi seni khas masyarakat Gayo adalah mahkota tradisi yang tidak hanya memukau dan menghibur dalam tampilan, tetapi juga menyimpan filsafat, nilai kolektif serta kearifan lokal yang kaya, yang tersurat, tersirat maupun tersembunyi, menjadi denyut hidup masyarakat Gayo ” katanya.
Penerbitan buku ini bukan semata pelestarian masa lalu, tetapi juga pewarisan demi menerus ke depan.
“Ia adalah jembatan bagi generasi muda agar mengenal akar, merasakan energi luhur, demi perkembangan seni pertunjukan kini dan esok.Dengan terbitnya buku ini yang ditulis dengan ungkapan-ungkapan puitis selembut sutra dan setajam samurai, semoga lebih terbuka ruang luas bagi kreativitas panggung seni dan kajian akademil, hingga meningkat pula pengetahuan dan pengakuan dunia terhadap keunikan budaya Gayo,” ucap Endo Suanda.
Pembacaan Puisi LK.Ara
Acara juga diselingi dengan pembacaan puisi dari buku “Didong dan Tari Guel dari Gayo, Aceh” karya LK.Ara antara lain menghadirkan Ketua Komite Panitia Pelaksana Provinsi Aceh Leuser Antara (KP3ALA) Prof Rahmat Salam yang tampil membacakan puisi bertajuk “ALA: Suara Yang Tak Boleh Padam”.
Rahmat Salam mengaku menerima kiriman puisi itu dari LK Ara melalui WhatsApp sesaat setelah menunaikan tahajud.
“Saya baca berulang-ulang, saya menangis membaca puisi ini,” cerita Rahmat Salam.
Kemudian pembacaan puisi oleh entomusikolog Endo Suanda, Moctavianus Masheka, Swary Utami Dewi, Jose Rizal Manua, Putra Gara dan masih banyak lagi.