Dr. Dirk Rukka Sandarupa, SS.,M.Hum, juga tim pemateri HPBD, mengaitkan peran bahasa daerah sebagai salah satu pilar dalam dunia kepariwisataan tapi sering kali terlupakan. Padahal bahasa daerah merupakan fondasi keilmuan bagi budaya dan pariwisata.
Dia menyampaikan, seringkali pariwisata hanya dikaitkan dengan wisata alam dan wisata budaya. Lalu bagaimana dengan posisi bahasa daerah dalam pariwisata? Ini tidak boleh dilupakan. Sebab ketiganya punya hubungan yang bisa diselaraskan. Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten di Sulsel yang memiliki banyak destinasi wisata.
Akbar Amri, SS, S.Pd, M.Si, tim pemateri HPBD dan guru bahasa Makassar, yang mengajar di salah satu sekolah di Kota Makassar, mengingatkan bahwa apabila bahasa daerah punah maka ilmu pengetahuan yang berbasis lokal pun akan punah. Sehingga dia mendorong agar warga menyampaikan cerita-cerita rakyat dengan menggunakan bahasa lokal di tempat wisata di mana mereka berada, khususnya bahasa Makassar, Bugis, dan Toraja.
Eka Yuniarsih, SS, moderator tim pemateri HPBD, menyimpulkan bahwa bahasa daerah dapat terancam punah karena berbagai faktor, antara lain globalisasi, urbanisasi, dan dominasi bahasa-bahasa besar seperti bahasa nasional atau bahasa internasional seperti bahasa Inggris, Korea, Arab dan sebagainya.
Faktor lain, karena kurangnya pemakaian bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh generasi muda, serta kurangnya dukungan resmi untuk mempertahankan dan mengembangkan bahasa daerah tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah penutur bahasa daerah, yang pada akhirnya bahasa daerah itu mengalami kekepunahan.
Herdiman Tabi, yang dikenal sebagai tokoh pemuda, mengapresiasi kegiatan penyuluhan optimalisasi pemertahanan bahasa daerah yang digelar HPBD tersebut. Menurutnya, tantangan yang dihadapi di era globalisasi semakin kompelks, sehingga akan mempengaruhi bahasa daerah, yang jika tidak dilestarikan perlahan akan punah. Bahkan, lanjutnya, bukan saja bahasa daerah tetapi perilaku kehidupan sehari-hari, seperti budaya tabe, yang merupakan tata krama atau sopan santun, juga mulai hilang.
“Melalui penyuluhan atau sosialisasi ini dapat mengingatkan kita untuk menjaga kelestarian bahasa daerah dan adat istiadat kita,” katanya.
Pengabdian ini merupakan kegiatan pertama dari Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulawesi Selatan dan akan berlanjut, selanjutnya daerah Sulsel bagian Selatan. (*)