“Mengapa arsitektur harus berkelanjutan? Karena kita tidak bisa terus membangun dengan cara yang merusak lingkungan. Desain harus meminimalisir dampak negatif, menggunakan energi dan air secara efisien, serta mengelola limbah dengan bijak,” tegasnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya pendekatan desain yang responsif, penggunaan material lokal yang ramah lingkungan, serta integrasi lanskap dan keanekaragaman hayati. Meski tantangan seperti tingginya biaya awal dan regulasi yang belum mendukung masih dihadapi, solusi dapat ditemukan melalui kolaborasi lintas disiplin, penerapan teknologi hijau, dan dukungan regulasi pemerintah.
Ketua IAI Sulsel Ar. Andi Syahriyunita Syahruddin, menyoroti peran strategis IAI dalam meningkatkan kesadaran arsitektur berkelanjutan di kalangan profesional maupun masyarakat.
“IAI memiliki standar, pedoman, dan program edukasi untuk mendorong desain yang ramah lingkungan, mulai dari efisiensi energi hingga pencahayaan alami. Kami juga aktif mengedukasi para arsitek muda agar berpikir tidak hanya estetis, tetapi juga ekologis,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa arsitektur berkelanjutan harus mampu menciptakan ruang yang ‘bernafas’, yaitu ruang yang memiliki sirkulasi udara baik, pencahayaan optimal, dan keterhubungan dengan ruang terbuka hijau. (***)