Selain itu, bullying juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekolah, sehingga menimbulkan suasana yang tidak aman dan tidak kondusif dalam pembelajaran. Aktivitas bullying di sekolah dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental dan fisik korban bullying.
Fenomena perilaku bullying marak terjadi terutama di kalangan anak sekolah dasar, hingga jenjang pendidikan tinggi. Bullying dikatakan sebagai suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh teman sebaya atau senior terhadap seseorang atau orang yang lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau kepuasan bagi dirinya sendiri.
Perilaku perundungan yang sering terjadi pada era ini bersifat verbal, misalnya saling mengolok-olok dengan nama buruk. Bahkan berupa perundungan fisik dengan cara memukul dan menyiksa orang lain pun sering terjadi.
Selain itu, ada yang lebih parah, yakni maraknya perundungan sosial. Bentuknya, mengarahkan orang lain untuk menjauhi seseorang atau merusak citra orang lain. Perundungan ini terjadi terhadap korban yang dianggap lemah atau tidak mempunyai kekuasaan.
Sebagai peneliti, Elsa menghasilkan sebuah model penanganan bullying yang dapat dijadikan referensi untuk menghindari bullying yang marak terjadi di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah, siswa baru seringkali menjadi korban perundungan yang dilakukan oleh siswa lama atau seniornya.
Peneliti merancang model yang disebut model ELSA, sebuah model untuk mencegah perundungan. Model yang mirip namanya itu, merupakan akronim dari Empathetyc (empati), Lovely (menyenangkan), Safe (aman), dan Acceptable (dapat diterima).
Melalui hasil penelitiannya, Elsa menemukan bahwa kecenderungan jenis bullying yang terjadi adalah bullying sosial dan verbal. Bullying jenis ini mudah ditemukan di kalangan remaja. Pelaku bullying merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak menimbulkan kerugian secara fisik. Namun, sesungguhnya, bullying secara sosial dan verbal lebih merugikan mental dan jiwa korbannya. (*)