Pariwisata butuh dukungan kebijakan politik, karena bertalian dengan sektor ekonomi dan infrastruktur, pemberdayaan dan lapangan kerja, sosial, budaya, pendidikan, bahkan isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
Saya coba menukilkan magic words terkait promosi pariwisata dalam tulisan ini. Promosi pariwisata adalah kunci untuk membuka pintu ekonomi dan budaya bagi suatu daerah. Namun, promosi yang baik membutuhkan strategi yang efektif, sehingga orang akan tahu betapa unik dan menariknya suatu destinasi.
Dengan promosi yang tepat maka kita dapat mengangkat potensi pariwisata suatu daerah dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Pariwisata sesungguhnya merupakan industri yang dinamis, dan kemasan promosi yang terus-menerus, sistematis, multi-content, multi-channel, dan multi-platform, adalah kunci untuk tetap relevan di pasar global.
Dalam konteks buku karya Andi Arung Mattugengkeng, berjudul “Merekam Jejak Tradisi Kapal Pinisi” (2025), memang penulis tidak membahas secara spesifik terkait promosi pariwisata. Namun, mengingat kapal Pinisi merupakan ikon dari Kabupaten Bulukumba, dan Sulawesi Selatan pada umumnya, maka sulit dihindari bahwa bahasan dalam buku ini juga punya dampak ikutan terhadap promosi kepariwisataan daerah ini.
Buku yang ditulis oleh alumni Progran Studi Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Seni dan Desain (FSD) Universitas Negeri Makassar (UNM), patut diapresiasi karena mengulas Perancangan Video Profil Proses Pembuatan Kapal Pinisi (Desa Tana Beru) untuk Memperkenalkan Budaya Lokal Masyarakat Bulukumba.
Pengetahuan tentang pembuatan kapal Pinisi perlu didokumentasikan secara baik. Sebab, telah diakui oleh badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, UNESCO, sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage), pada 7 Desember 2017.
Pengakuan ini seolah mengukuhkan cerita-cerita nenek moyang kita sebagai pelaut ulung yang tak gentar mengarungi samudra luas. Sebagai negara maritim, kita sangat kaya dengan mitos dan legenda. Termasuk kisah kapal Pinisi yang juga disebutkan dalam epos La Galigo, karya sastra terpanjang di dunia dengan sekira 300.000 bait atau baris teks, terbagi dalam 12 jilid atau sekira 6.000 halaman.
Dalam legenda itu disebutkan bahwa Sawerigading, yang merupakan putra mahkota Kerajaan Luwu, berangkat ke Cina untuk menemui We Cudai dengan kapal Pinisi yang terbuat dari kayu welengreng (pohon dewata).
Namun, dalam perjalanannya, kapal itu pecah dan terdampar di beberapa tempat, yakni Ara, Lemo-Lemo, dan Tana Beru. Kisah ini sendiri sudah punya daya tarik, yang bisa dikreasikan secara imajinatif sebagai tontonan yang edukatif, tinggal bagaimana kemasan visualnya.

br






br






