Undang-undang Pers Tidak Punya Turunan

Saya jelaskan, “Turunan itu maksudnya aturan turunan yg dibuat oleh pemerintah dari aturan lebih tinggi. Kalau Kode Etik bukan dibuat oleh pemerintah, tapi oleh masyarakat dalam sebuah profesi.”

Teman kami menimpali dengan mengatakan, “Maka dalam UU dia cuma mengatur garis2 besarnya saja. Soal penjabarannya disesuaikan dengan kondisinya, sepanjang TDK keluar dari substansi UU-nya. Tp ketika Undang2 dibuat bertentangan dengan budaya sosial, itu yg di cabut dan digantikan LG dengan UU yg relevan. Termasuk perkembangan zaman.”

Mengenai penjelasan saya bahwa kode etik merupakan bagian dari hukum positif tertulis, tetapi perlu diketahui bahwa kode etik profesi tidaklah sama dengan undang-undang, teman kami mengatakan, “Pers TDK boleh dipidanakan ketika terjadi pelanggaran hukum. Pers hanya di sanksi oleh lembaga yg menaunginya dalam hal ini adalah Dewan Pers. Makanya dibuatkan kode etik agar para wartawannya itu TDK keluar dari jalur ketentuan UU-nya. Itu yg saya pahami terkait UU Pers itu. Jadi saya TDK sepakat kalau Pers di jerat dengan tindakan Pidana ketika ia menjalankan profesinya.”

BACA JUGA:  Mengeja Ujar Batin Syahriar Tato dalam Episodenya Mengejar Tapak Allah

Saya katakan itu sudah benar, tapi Kode Etik Jurnalistik itu bukan turunan UU Pers, tapi teman kami tetap ngotot dengan mengatakan, “Saya belum setuju kalau soal ini. Kode etik lahir dari UU Pers. Banyak saya liat kasus2 seperti itu, wartawan di jerat dengan UU ITE. Lucunya lagi polisinya kagak paham masalah ini.”

Saya kemudian mengirimkan link sebuah berita berjudul, “Rudiantara Pastikan Tak Ada Peraturan Turunan dari UU Pers.”
Dalam berita itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, memastikan tak akan ada turunan peraturan dari Undang-Undang Pers. Hal tersebut dilakukannya menurutnya untuk menjaga para insan pers tetap independen dan dapat nbenar-benar menjadi pilar ke empat demokrasi.

Rudiantara mengatakan, “Saya orang yang berdiri paling depan untuk memastikan tidak ada turunan peraturan pemerintah atau peraturan menteri dari UU Pers. Itu kenapa? Terus terang sebelum jadi menteri saya juga ngga ngerti banyak. Tapi setelah saya interaksi dengan teman-teman media, teman-teman pers, Dewan Pers khususnya, makin memahami, makin meyakini bahwa pers itu memang betul-betul harus jadi pilar demokrasi yang ke empat.”

BACA JUGA:  Ahmad M Sewang, Seorang Intelektual Ulama

Kepada teman kami, saya katakan, “Mudah-mudahan setujumaki setelah membaca berita ini”, tapi teman kami tetap ngotot tidak menerima dan mengatakan, “Belum,,, logika pak menteri ini agak ngawur dikit saya liat.”

Teman kami menjelaskan, “Jadi yg dimaksud pak menteri ini,, UU sejenisnya yg dibuat oleh pemerintah. Itu yg dimaksud TDK ada turunannya. Tp terkait masalah kebijakan,,, UU Pers itu melahirkan kode etik,, logikanya, darimana dasarnya kode etik dibuat kalau bukan dari UU?”

Karena waktu sudah menunjukkan hampir jam 12 malam, saya katakan, “Mungkin karena mengantukmaki”, dan teman kami langsung menjawab, “Belum ngantukpa. Saya orangnya semakin jauh malam otakku semakin aktifki (memasang emoji tertawa).”

“Karena tidak bisaki mengerti perbedaan antara Undang-Undang dengan Kode Etik,” kata saya sambil memasang emoji tersenyum.