Melalui Jatuh Cinta, Apanya Dong, dan Dansa Yo Dansa, ia menyampaikan bahwa hidup tak harus dimengerti sepenuhnya. Kadang hidup cukup ditertawakan, dinikmati, dan dijalani dengan ringan.
Di balik irama ceria, tersembunyi filsafat hidup: tawa bisa menjadi obat, dan gerak bisa menjadi doa.
Hidup yang jenaka bukan hidup yang menyepelekan, tapi yang menyadari betapa rapuhnya manusia. Lalu ia memilih merayakan kerentanannya dengan sukacita.
Dalam dunia yang sering menyesakkan, Titiek Puspa hadir seperti jendela yang dibuka ke arah cahaya. Ia pergi, namun ajarannya tinggal: jangan lupa menari, jangan takut tertawa, sebab itulah tanda jiwa yang telah matang.***
Jakarta, 12 April 2025
-000-
Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/19hnZ6oWaL/?mibextid=wwXIfr