SURAT BUAT WAKIL RAKYAT

Wakil rakyat
Ilustrasi: Rosa Rizqi Amalia

Saudara-saudara wakil rakyat,
Ketahuilah, kami tidak sudi memilih “juara diam”. Juara yang hanya pandai mengangguk, mengucap “ya” tanpa pikir panjang.

Juara yang lebih mementingkan kursi empuk ketimbang kursi bambu rakyat di gubuk kecil. Demokrasi tidak butuh penonton, ia butuh pejuang. Dan wakil rakyat seharusnya menjadi pejuang, bukan sekadar peserta rapat yang datang, duduk, tanda tangan absen, lalu pergi.

Apakah kalian lupa? Rakyat bukan hanya angka di kertas suara. Kami adalah wajah nyata dengan segala kegelisahan. Kami adalah petani yang keringatnya menjadi nasi di meja makan kalian. Kami adalah nelayan yang ombaknya tak kenal lelah, meski harga solar dan ikan tak sebanding. Kami adalah guru honorer yang gajinya tak cukup untuk membeli buku anak sendiri. Kami adalah buruh yang lembur hingga larut malam, tetapi upahnya tak cukup untuk sebulan hidup. Kami adalah pedagang kecil yang resah oleh pungutan dan regulasi yang sering tak berpihak. Kami semua, dengan segala luka dan tawa, adalah alasan kenapa kalian duduk di kursi itu.

BACA JUGA:  Gen Z di Persimpangan Jalan.

Wakil rakyat seharusnya merakyat. Kata itu sederhana, tetapi maknanya dalam. Merakyat berarti hadir di tengah rakyat, bukan hanya saat kampanye. Merakyat berarti menyatu dengan denyut kehidupan kami, bukan sekadar datang membawa janji lalu hilang setelah kursi tercapai. Merakyat berarti memahami bahasa tangis kami, bukan hanya bahasa protokol di ruang sidang.
Kami tidak butuh kalian turun ke sawah hanya untuk foto, tidak butuh kalian minum kopi di warung demi pencitraan. Kami butuh kebijakan nyata yang lahir dari nurani. Kami butuh keberpihakan yang konsisten, bukan retorika di depan kamera. Janganlah tidur saat sidang membahas soal rakyat, sebab tidur kalian adalah mimpi buruk bagi kami.

Surat ini bukan sekadar keluh kesah, melainkan juga doa. Kami ingin melihat negeri ini tegak, adil, sejahtera. Kami ingin anak-anak kami tumbuh dalam pendidikan yang bermutu, bukan sekadar kurikulum yang berganti-ganti sesuai selera politik.

Kami ingin harga kebutuhan pokok stabil, agar perut tidak selalu jadi alasan keributan di rumah. Kami ingin kesehatan terjamin tanpa harus menunggu antrean panjang atau terhalang biaya.

BACA JUGA:  Sekilas Andi Pasamangi Wawo : TAK GENTAR WALAU PERNAH DIKEROYOK DAN DITIKAM

Kami ingin hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, agar keadilan tidak hanya milik yang berkuasa. Dan semua itu, sebagian besar, ada di tangan kalian.

Wahai sahabat,
Jika kalian benar-benar sahabat rakyat, maka tunjukkanlah keberanian itu. Jangan biarkan gedung parlemen menjadi menara gading yang jauh dari suara kami.

Ingatlah, kursi itu hanyalah sementara, tetapi jejak yang kalian tinggalkan akan dikenang lama. Jika baik, rakyat akan mendoakan kalian. Jika buruk, rakyat akan menuliskannya dalam sejarah sebagai luka demokrasi.