SEPUTAR BERTANYA DAN PERTANYAAN

Oleh: Rusdin Tompo (mantan Jurnalis Radio, Koordinator SATUPENA Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — Bertanya merupakan pintu masuk kita mendapat informasi. Dengan bertanya, kita akan mendapat gambaran tentang apa yang ingin kita ketahui. Dari situ, kita akan mendapat jawaban, paling tidak menurut sudut padang lawan bicara kita–atau narasumber, dalam konteks kerja jurnalistik.

Apabila kita tidak bertanya dan tidak mengajukan pertanyaan maka, kemungkinan, kita akan menduga-duga, berasumsi, dan mengambil kesimpulan sendiri tanpa konfirmasi. Opini yang terbangun kemudian tidak memiliki pijakan yang kuat. Sebab, tidak ada basis rujukannya: siapa mengatakan apa. Bila itu terjadi, bisa-bisa malah meraba-raba, mengada-ada, atau ujung-ujung memvonis: fitnah!

Itulah poin, mengapa jurnalis atau wartawan diwanti-wanti tidak membuat opini sendiri. Dia mesti menggali fakta peristiwa dengan bertanya. Bahkan, diingatkan, dia tidak bisa hanya bertumpu pada pernyataan satu orang. Harus cover both side, imbang, benar, dan netral. Dengan catatan, harus tetap berpihak pada warga. Begitulah rambu-rambunya, supaya produk jurnalistik yang dihasilkan berkualitas, dan dapat dipercaya.

BACA JUGA:  In Memoriam Harry Wibowo: JEJAK LANGKAH AKTIVIS-PEMIKIR YANG TAK PERNAH MUNDUR

Seorang jurnalis mesti mengurai data dan dokumen yang diperoleh dengan mengujinya. Salah satunya dengan bertanya, mengkonfirmasi, memverifikasi kepada pihak-pihak terkait. Dia mesti skeptis. Kritis. Dengan begitu, dia akan bertanya dan mengajukan sejumlah pertanyaan. Disiplin melakukan verifikasi inilah yang menempatkan “isme” dalam jurnalisme, begitu penting.

Bertanya merupakan kata kerja, yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bertanya sebagai meminta keterangan (penjelasan dan sebagainya); meminta supaya diberi tahu (tentang sesuatu). Pertanyaan diartikan sebagai perbuatan (hal dan sebagainya) bertanya; permintaan keterangan, atau sesuatu yang ditanyakan; soal.

Saya punya banyak pengalaman terkait bertanya dan/atau pertanyaan ini. Pengalaman saat jadi reporter radio, saat jadi penyiar di studio (news anchor), bahkan ketika jadi penulis dan editot buku. Tentu meski punya esensi yang sama, tapi masing-masing punya nuansa berbeda. Modal penting saya, adalah sebanyak mungkin mengajukan pertanyaan terbuka (mengapa, dan bagaimana), meski pertanyaan tertutup (siapa, kapan, dan di mana) juga kadang penting untuk memastikan dan mengunci jawaban.

BACA JUGA:  AB Iwan Azis, Kine Klub, dan Arqam Azikin

Sebagai reporter radio, saat masih di Radio Bharata FM, tahun 1996-2000, saya bertanya dan mengajukan pertanyaan sesui kebutuhan program acara, tema dan konteks aktualitas peristiwa. Jika itu terkait program acara SKETSA (Seputar Kehidupan Kota Besar), maka saya akan membuat pertanyaan terstruktur dan sistematis sebagai panduan, setiap kali wawancara dilakukan. Kadang ini diminta oleh narasumber, agar mereka tak selip lidah saat menjawab. Padahal program ini hanya taping, yang memungkinkan pengeditan dan penghapusan statement yang kurang berkenan.