By Humilis Rahman Rumaday
_(Founder K-Apel dan Kampus Lorong)_
“Pendidikan yang sesungguhnya adalah untuk mendapatkan tuntunan narasi, tidak untuk tontonan narasi. Dan sejatinya pendidikan adalah berdiri diatas kebenaran yang kokoh, bukan diatas kebenaran seorang tokoh” ~ Rahman Rumaday
NusantaraInsight, Makassar — Sering kali kita melihat lorong sebagai sudut kota yang sempit, gelap, dan penuh problematika sosial. Namun, sesungguhnya lorong bukanlah sekadar ruang yang dihuni oleh kemiskinan atau keterbatasan. Lorong adalah cermin kehidupan itu sendiri tempat nilai-nilai tumbuh, tempat cerita-cerita rakyat bersuara, dan tempat masa depan dapat ditanam dengan harapan.
Di balik tembok-temboknya yang retak, ruang yang sempit, tersimpan potensi dan pelajaran yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak ada tempat yang tidak baik; setiap tempat adalah wadah untuk belajar dan mendidik termasuk lorong.
Kita sering terjebak dalam narasi dominan yang memandang ruang pinggiran sebagai beban sosial, seolah tidak layak disentuh oleh cita-cita pendidikan. Padahal, sejatinya lorong bukan tempat di mana persoalan berhimpun, melainkan tempat di mana persoalan dapat diselesaikan.
Tugas kita bukan menyingkir dari lorong, melainkan menyiapkan ruang-ruang positif di dalamnya. Lorong adalah ruang kontemplatif yang menanti disentuh oleh edukasi dan keteladanan. Sebab, di situlah nyawa pendidikan hidup bukan semata pada buku atau teori, tapi pada kehadiran yang mendidik dan keteladanan yang menginspirasi.
Menurut pengalaman kami bahwa pendidikan sejati untuk mendapatkan tuntunan narasi, bukan tontonan narasi. Ia bukan tentang glamorisasi figur, tetapi tentang menanam nilai yang berdiri di atas kebenaran yang kokoh, bukan sekadar kebenaran seorang tokoh. Pendidikan yang baik tidak lahir di ruang steril dan mewah, ia tumbuh di tanah yang diinjak sehari-hari, di lorong yang sempit, di suara anak-anak yang bersorak riang meski hidup pas-pasan. Pendidikan adalah tindakan yang mengakar pada kenyataan, bukan sekadar pengetahuan yang menggantung di awang-awang.
Karena itu, lorong bukan tempat yang perlu dikasihani. Lorong adalah panggung pendidikan yang paling jujur. Di sanalah seni membentuk karakter manusia terjadi secara nyata. Di sanalah kita bisa melihat langsung bagaimana nilai-nilai seperti gotong royong, solidaritas, dan keberanian hidup dalam kondisi minim fasilitas.
Kami ingin membuktikan bahwa dari lorong pun, karya-karya besar bisa lahir. Bukan hanya karya dalam bentuk fisik, tapi juga karya batin manusia-manusia tangguh yang terdidik dari kehidupan, dari teladan, dari ruang yang memerdekakan pikir dan rasa. Maka mari kita ubah cara pandang. Mari kita bangun lorong sebagai ruang terbaik pendidikan. Sebab, tidak ada tempat yang tidak baik yang ada hanyalah cara kita yang belum benar melihat dan memaknainya.