Selain Kompleks Makam Raja-Raja Tallo, Ada Banyak Wisata Sejarah di Kecamatan Tallo

Kompleks makam raja-raja Tallo
Kompleks makam raja-raja Tallo

Benteng Tallo yang kami kunjungi ini, berdasarkan “A Tale of Two Kingdoms: The Historical Archaeology of Gowa and Tallok, South Sulawesi, Indonesia (Bulbeck, 1992), dilengkapi dengan dua pintu utama, yang terletak di bagian timur dan selatan. Terdapat 9 bastion, 5 di antaranya masing-masing diberi nama, yakni Bastion Maccini Sombala, Bastion Balang Cidi, Bastion Mangarabombang, Bastion Gampangcaya, dan Bastion Bayoa.

Setelah menelusuri jejak Benteng Tallo, kami balik arah, menuju Kompleks Makam Raja Bone. Di salah satu sisi pintu gerbang, ada simbol songkok To Bone, biasa disebut pula songkok recca atau songkok guru.

Ferdhi mengajak saya melihat-lihat dua makam yang letaknya terpisah. Makam itu masing-masing merupakan makam La Tenripale To Akkeppeang Arung Timurung (Raja Bone XII), dan makam La Tenri Tappu To Appaliweng Daeng Palallo Arung Palakka (Raja Bone XXIII).

La Tenripale To Akkeppeang Arung Timurung, memerintah tahun 1616-1631. La Tenripale wafat di Tallo, tahun 1631, dan mendapat gelar anumerta Matinroe ri Tallo. Ia kemudian digantikan oleh keponakannya, La Maddaremmeng Opunna Pakokoe Arung Timurung, sebagai Raja Bone XIII.

BACA JUGA:  Lahan Contoh Penghijauan di Kec. Parado Bima (1): Naik Mobil Perang ke Bekas Hutan Lindung

La Tenri Tappu To Appaliweng Daeng Palallo Arung Palakka, Sultan Ahmad Saleh Syamsuddin, memerintah sebagai Raja Bone XXIII, sejak tahun 1775 hingga 1812. La Tenri Tappu wafat di Rompegading pada tahun 1812, dan mendapat gelar anumerta Matinroe ri Rompegading. Beliau kemudian digantikan anaknya La Mappasessu To Appatunru Arung Palakka sebagai Raja Bone XXIV.

Semasa hidupnya, La Tenri Tappu salah satu tokoh penting aristokrat Bugis, yang turut menggerakkan tradisi penulisan, selain dikenal pula sebagai penganut Tarikat Khalwatiah. Salah satu karyanya yang terkenal Nurul al-Hadi atau dalam bahasa Bugis disebut Tajang Paatiroang. Beliau merupakan pengagum ajaran-ajaran Syekh Yusuf Taj Al-Khalwatiah.

Sebelumnya, La Tenripale Sultan Adam, Raja Bone XII, telah mendalami tasawuf Islam. Bahkan beliau dikenal sebagai penganjur Islam dan ajaran tasawuf pada masyarakat Makassar dan Bantaeng. Beliau memperdalam ilmu agama langsung dari ulama Melayu, yakni Datuk Ditiro dan Datuk Ribandang. Beliau berkali-kali mengunjungi Gowa untuk urusan memperdalam agama Islam, yang kala itu pengajiannya berpusat di Kalukubodoa.

BACA JUGA:  Di Balik Peluncuran Edisi Revisi Buku “A.Amiruddin Nakhoda dari Timur” (5): Mau Menonton Film Pinjam Celana untuk Tonton Bioskop

Tulisan Muhlis Hadrawi dan Ramlah Hakim berjudul “Peranan Ulama dan Aristokrat dalam Tradisi Tulis dan Produksi Teks Akkalabineang dan Teks Khalwatiah di Sulawesi Selatan” (Jurnal Al-Qalam, Volume 22 Nomor 1 Juni 2016) membantu saya memahami, mengapa makam kedua Raja Bone itu berada di Tallo.