1. Usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD (Skor -7,9/minus 7,9)
Kebijakan ini mendapat kritik tajam karena melemahkan partisipasi langsung masyarakat, meningkatkan risiko korupsi, dan menimbulkan resistensi publik.
Lebih jauh, wacana ini mengundang pertanyaan mendasar tentang komitmen pemerintah terhadap prinsip demokrasi.
Hak memilih adalah esensi dari kedaulatan rakyat. Ketika hak ini direnggut, rakyat merasa kehilangan kendali atas pemimpin yang akan memengaruhi kehidupan mereka secara langsung.
Selain itu, mekanisme pemilihan melalui DPRD membuka celah yang lebih besar untuk praktik politik transaksional, yang merusak kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan.
2. Pembentukan Kabinet Jumbo (Skor -6,8)
Kabinet yang terlalu besar dianggap inefisien, membebani anggaran, serta memicu konflik kepentingan jika didasarkan pada hutang budi politik semata.
Kabinet yang besar tidak selalu mencerminkan kekuatan, melainkan sering kali simbol dari beban. Penambahan kementerian atau pejabat baru tanpa perencanaan yang matang berisiko menciptakan birokrasi yang lamban dan tidak efektif.
Ini juga menimbulkan persepsi bahwa pengangkatan dilakukan lebih untuk membayar dukungan politik daripada memenuhi kebutuhan pemerintahan.
Efisiensi harus menjadi prinsip utama dalam struktur kabinet, untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan menghasilkan manfaat nyata bagi rakyat.
3. Penghapusan Piutang Macet UMKM (Skor -5,7)
Kebijakan ini memicu moral hazard, mengurangi likuiditas lembaga keuangan, dan dinilai tidak adil bagi debitur yang patuh.
Meskipun niatnya baik untuk membantu UMKM yang kesulitan, kebijakan ini berisiko menciptakan preseden yang salah.
Debitur lain mungkin merasa bahwa kewajiban finansial dapat diabaikan dengan harapan akan ada penghapusan di masa depan. Ini melemahkan kedisiplinan keuangan dan merugikan lembaga keuangan yang harus menanggung risiko lebih besar.
Selain itu, kebijakan ini dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang selama ini memenuhi kewajiban mereka meskipun menghadapi kesulitan.
-000-
Data terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan dominasi dua figur utama pemerintahan. Yaitu Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dalam diskusi online selama 20 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025.
Dengan 230.914 percakapan daring, Prabowo Subianto diposisikan jauh di atas ketua umum partai politik lainnya.
Bahkan, jumlah ini lebih besar dari total percakapan gabungan seluruh ketua umum partai lainnya. Megawati Soekarnoputri, di posisi kedua, hanya mencapai 33.495 percakapan, diikuti oleh Bahil Lahadalia (8.223 percakapan) dan Zulkifli Hasan (7.325 percakapan).